Kisah
 Nabi Isa As - Nabi Isa As merupakan salah satu nabi terpenting dalam 
Islam. Namanya disebutkan sebanyak 25 kali di dalam Al Quran. Al Quran 
menjelaskan status Nabi Isa As dengan sangat jelas.
 
 "Wahai Ahli
 Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu
 mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, 
Isa putra Mary
am itu, adalah utusan Allah
 dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada 
Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada 
Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: ""(Tuhan itu) 
tiga"", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. 
Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai 
anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah 
Allah sebagai Pemelihara." (An-Nisa, ayah 171)
 
 Matahari tampak 
akan tenggelam, angin pun bertiup sepoi-sepoi di sekitar pepohonan. 
Harum semerbak mulai memenuhi mihrab Maryam. Bau itu menembus jendela 
mihrab dan mengepakkan sayapnya di sekeliling gadis perawan yang khusuk 
dalam salat tanpa seorang pun mendengar suaranya. 
 
 Maryam 
merasa bahwa udara dipenuhi dengan bau harum yang mengagumkan. Ia 
kembali melakukan salatnya dengan khusuk dan mengungkapkan syukur kepada
 AllahSWT.
 
 Seekor burung hinggap di jendela mihrab. Ia 
mengangkat paruhnya ke atas dan mengarahkan ke matahari serta 
mengepakkan kedua sayapnya lalu ia terjun ke air dan mandi di dalamnya. 
Kemudian ia terbang ringan di sekitarya. 
 
 Maryam ingat bahwa 
beliau lupa untuk menyirami pohon mawar yang tumbuh secara tiba-tiba di 
tengah dua batu yang tumbuh di luar mesjid. Maryam menyelesaikan 
salatnya lalu ia keluar dari mihrab dan menuju pohon. Belum selesai 
beliau siap-siap untuk keluar sehingga para malaikat memanggilnya:
 
 "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan
 melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)."
 (QS. Ali 'Imran: 42)
 
 Maryam berhenti dan tampak wajahnya yang 
pucat dan semakin bertambah. Mihrab itu dipenuhi dengan kalimat-kalimat 
para malaikat yang memancarkan cahaya. Maryam merasa bahwa pada 
hari-hari terakhir terdapat perubahan pada suasana ruhaninya dan 
fisiknya. 
 
 Di tempat itu tidak terdapat cermin sehingga ia 
tidak dapat melihat perubahan itu. Tetapi ia merasa bahwa darah, 
kekuatan dan masa mudanya mulai meninggalkan tempatnya dan digantikan 
dengan kesucian dan kekuatan yang lebih banyak. 
 
 Beliau 
menyadari bahwa ia sedang gugup. Beliau merasakan kelemahan manusiawi 
dan adanya kekuatan yang luar biasa. Setiap kali tubuhnya merasakan 
kelemahan, maka bertambahlah kekuatan dalam ruhnya. Perasaan yang 
demikian ini justru membangkitkan kerendahan hatinya. Maryam mengetahui 
bahwa ia akan memikul tanggung jawab besar.
 
 "Dan (ingatlah) 
ketika malaikat (Jibril) berkata: 'Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah 
memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di 
dunia (yang semasa dengan kamu)." (QS. Ali 'Imran: 42)
 
 Dengan 
kalimat-kalimat yang sederhana ini Maryam memahami bahwa Allah SWT telah
 memilihnya dan menyucikannya dan menjadikannya penghulu para wanita 
dunia. Beliau adalah wanita terbesar di dunia. 
 
 Para malaikat kembali berkata kepada Maryam:
 
 "Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orangyang ruku." (QS. Ali 'Imran: 43)
 
 Perintah tersebut ditetapkan setelah adanya berita gembira agar beliau 
meningkatkan kekhusukannya, sujudnya, dan rukuknya kepada Allah SWT. 
Maryam lupa terhadap pohon mawar dan beliau kembali salat. Maryam 
merasakan bahwa sesuatu yang besar akan akan terjadi padanya. Beliau 
merasakan hal itu sejak beberapa hari, tetapi perasaan itu semakin 
menguat saat ini.
 
 Matahari meninggalkan tempat tidurnya 
sementara malam telah bangkit sedangkan bulan duduk di atas 
singgasananya di langit dan di sekelilingnya terdapat awan-awan yang 
indah dan putih. Kemudian datanglah pertengahan malam dan Maryam masih 
sibuk dalam salatnya. Beliau menyelesaikan salatnya dan teringat pohon 
mawar itu lalu beliau membawa air di suatu bejana dan pergi untuk 
menyiramnya.
 
 Pohon mawar itu tumbuh di antara dua batu di 
tempat yang tidak jauh dari mesjid yang hanya ditempuh beberapa langkah 
darinya. Tempat itu jauh dari jangkauan manusia sehingga tak seorang pun
 mendekatinya. Tempat itu sudah dijadikan tempat yang khusus bagi Maryam
 untuk melakukan salat di dalamnya atau beribadah. Maryam mendekati 
pohon mawar itu dan menyiramnya. lalu beliau meletakkan bejana, kemudian
 ia memikirkan pohon mawar itu di mana tangkainya semakin panjang pada 
dua malam yang dilaluinya.
 
 Tiba-tiba, Maryam mendengar suara 
derap kaki yang mengguncang bumi. Beliau tidak mendengar suara kaki yang
 berjalan, tetapi beliau mendengar suara kaki yang menetap di atas batu 
serta pasir. 
 
 Maryam merasakan ketakutan. Ia merasakan bahwa ia
 tidak sendirian. Ia menoleh ke sebelahnya namun ia tidak mendapati 
sesuatu pun. Kemudian kedua matanya mulai berputar-putar dan 
memperhatikan suatu cahaya yang berdiri di sana. Maryam gemetar 
ketakutan dan menundukkan kepalanya. 
 
 Maryam berkata dalam 
dirinya, siapa gerangan orang yang berdiri di sana. Maryam memandang 
kepada wajah orang asing itu, dan menyebabkan ia gelisah. Wajah orang 
itu sangat aneh, di mana dahinya bercahaya lebih daripada cahaya bulan. 
Meskipun kedua matanya memancarkan kemuliaan dan kebesaran tetapi wajah 
orang itu justru menggambarkan kerendahan hati yang mengagumkan.
 
 Pandangan pertama yang dilihat oleh Maryam kepada orang itu 
mengisyaratkan, bahwa orang itu memiliki kemuliaan yang diperoleh orang 
yang menyembah Allah SWT selama jutaan tahun. 
 
 Maryam bertanya 
kepada dirinya, siapa gerangan orang ini? Kemudian seakan-akan orang 
asing itu membaca pikiran Maryam dan berkata: "Salam kepadamu wahai 
Maryam." Maryam dibuat terkejut mendengar adanya suara manusia di 
depannya. 
 
 Maryam berkata sebelum menjawab salamnya:
 
 "Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa." (QS. Maryam: 18)
 
 Maryam berlindung di bawah lindungan Allah SWT dan ia bertanya 
kepadanya, "Apakah engkau manusia yang mengenal Allah SWT dan bertakwa 
kepadanya?" 
 
 Kemudian orang itu tersenyum dan berkata:
 
 "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci." (QS. Maryam: 19)
 
 Orang asing itu belum selesai menyampaikan kalimatnya sehingga tempat 
itu dipenuhi cahaya yang menakjubkan yang tidak menyerupai cahaya 
matahari, cahaya bulan, cahaya lampu, cahaya lilin bahkan cahaya api. Di
 sana terdapat cahaya yang sangat jernih. 
 
 Kemudian 
terngianglah di kepala Maryam kalimat: "Aku adalah seorang utusan 
Tuhanmu." Kalau begitu, dia adalah penghulu para malaikat, Ruhul Amin 
(Jibril) yang telah berubah wujud menjadi manusia.
 
 Maryam 
mengangkat kepalanya dengan gemetar menahan luapan cinta. Jibril berdiri
 di depannya dalam bentuk manusia. Maryam memperhatikan kejernihan 
dahinya dan kesucian wajahnya. Benar apa yang diduganya bahwa Jibril 
memiliki kemuliaan yang diperoleh orang yang menyembah Allah SWT selama 
jutaan tahun. 
 
 Kemudian Maryam mengingat kembali 
kalimat-kalimat yang diucapkan Jibril. Malaikat itu telah mengatakan 
bahwa ia adalah utusan Tuhannya, dan ia telah datang untuk memberi 
Maryam seorang anak laki-laki yang suci. 
 
 Maryam ingat bahwa 
dirinya adalah seorang perawan yang belum tersentuh oleh seorang pun. Ia
 belum menikah dan belum dilamar oleh seseorang pun, maka bagaimana ia 
melahirkan anak tanpa melalui pernikahan. 
 
 Pikiran-pikiran ini berputar-berputar di kepala Maryam lalu ia berkata kepada Jibril:
 
 "Maryam berkata: Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, 
sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula)
 seorangpezina!" (QS. Maryam: 20)
 
 Jibril berkata:
 
 
"Demikianlah Tuhanmu berfirman: 'Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar 
dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia sebagai rahmat dari 
Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan."' (QS. 
Maryam: 21)
 
 Maryam menerima kalimat-kalimat Jibril. Tidakkah 
Jibril berkata kepadanya bahwa ini adalah perintah Allah SWT dan segala 
sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti akan terlaksana. Kemudian, mengapa 
ia harus (ketika) melahirkan tanpa disentuh oleh seorang manusia pun. 
Bukankah Allah SWT menciptakan Nabi Adam tanpa seorang ayah dan seorang 
ibu? Sebelum diciptakannya Nabi Adam tidak ada pria dan wanita. Hawa 
diciptakan dari Nabi Adam dan ia pun diciptakan dari laki-laki, tanpa 
perempuan.
 
 Biasanya manusia diciptakan melalui pasangan 
laki-laki dan perempuan; biasanya ia memiliki ayah dan ibu, tetapi 
mukjizat terjadi ketika Allah SWT menginginkannya untuk terjadi. 
 
 Kemudian Jibril meneruskan pembicaraannya:
 
 "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran searang putra
 yang didptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya al-Masih
 Isa putra Maryam, seorang yang terkemuka di dunia dan di akhirat dan 
termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara 
dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa, dan dia termasuk di
 antara orang-orang yang saleh." (QS. Ali 'Imran: 45-46)
 
 
Keheranan Maryam semakian bertambah. Betapa tidak, sebelum mengandung 
anak itu di perutnya ia telah mengetahui namanya. Bahkan ia mengetahui 
bahwa anaknya itu akan berbicara dengan manusia saat ia masih kecil. 
 
 Sebelum Maryam menggerakan lisannya untuk melontarkan pertanyaan lain, 
Jibril mengangkat tangannya dan mengerahkan udara ke arah Maryam. 
Kemudian datanglah hembusan udara yang bercahaya yang belum pernah 
dilihat sebelumnya oleh Maryam. Lalu cahaya tersebut ke jasad Maryam dan
 memenuhinya. Tak sempat Maryam melontarkan pertanyaan yang lain, Jibril
 yang suci telah pergi tanpa meninggalkan suara.
 
 Udara yang 
dingin telah bergerak dan Maryam pun tampak menggigil. Maryam segera 
kembali ke mihrabnya. Ia menutup pintu mihrab dan ia tenggelam dalam 
salat yang khusuk dan ia pun menangis. Maryam merasakan kegembiraan, 
kebingungan dan kegoncangan serta kedamaian yang dalam. 
 
 Kini, 
Maryam tidak lagi sendirian. Sejak Jibril meninggalkannya, ia merasakan 
bahwa ia tidak lagi sendirian. Ia menggerakkan tangannya yang dipenuhi 
dengan cahaya, kemudian cahaya ini berubah di dalam perutnya menjadi 
anak, seorang anak yang akan menjadi kalimat Allah SWT dan ruh-Nya yang 
diletakkan pada Maryam. 
 
 Ketika anak itu besar, ia akan menjadi seorang rasul dan nabi yang ajarannya dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang.
 
 Maryam di malam itu tidur dengan nyenyak dan ia bangun di waktu Subuh. 
Belum lama ia membuka kedua matanya sehingga ia dibuat terkejut ketika 
melihat mihrab dipenuhi dengan buah-buahan yang sebenarnya tidak lagi 
musim. Maryam heran melihat hal itu. 
 
 Ia mulai mengingat apa 
yang telah terjadi padanya kemarin, yaitu bagaimana kejadian saat 
menyiram pohon mawar, bagaimana pertemuannya dengan malaikat Jibril, 
bagaimana Allah SWT meniupkan kalimat-Nya padanya, bagaimana ia kembali 
ke mihrab, dan bagaimana tidurnya yang nyenyak. 
 
 Maryam berkata kepada dirinya sambil melihat buah-buahan yang banyak: Apakah aku akan memakan sendirian buah-buahan ini. 
 
 Kemudian ada suara dalam dirinya yang berkata: "Engkau tidak lagi 
sendirian wahai Maryam. Kini, engkau bersama Isa. Engkau harus makan 
dengan baik. Dan Maryam mulai makan.
 
 Lalu berlalulah hari demi 
hari. Kandungan Maryam berbeda dengan kandungan umumnya wanita. Ia tidak
 merasakan sakit dan tidak merasa berat; ia tidak merasakan sesuatu 
telah bertambah padanya dan perutnya tidak membuncit seperti umumnya 
wanita. Alhasil, kehamilan yang dialaminya dipenuhi dengan nikmat yang 
baik. 
 
 Datanglah bulan yang kesembilan. Ada sebagian ulama yang
 mengatakan bahwa Maryam tidak mengandung Isa selama sembilan bulan, 
tetapi ia melahirkannya secara langsung sebagai mukjizat.
 
 Pada 
suatu hari, Maryam keluar ke suatu tempat yang jauh. Ia merasa bahwa 
sesuatu akan terjadi hari itu. Tetapi ia tidak mengetahui hakikat 
sesuatu itu. Kakinya membimbingnya untuk menuju tempat yang dipenuhi 
dengan pohon kurma. Tempat itu tidak biasa dikunjungi oleh seseorang pun
 karena saking jauhnya; tempat yang tidak diketahui oleh seseorang pun 
kecuali Maryam.
 
 Tak seorang pun yang mengetahui Maryam bahwa 
sedang hamil dan ia akan melahirkan. Mihrab yang menjadi tempat 
ibadahnya selalu tertutup. Orang-orang mengetahui bahwa Maryam sedang 
sibuk beribadah dan tidak ada seorang pun yang mendekatinya. Maryam 
duduk beristirahat di bawah pohon kurma yang besar dan tinggi. 
 
 Maryam mulai merasakan sakit pada dirinya, dan rasa sakit tersebut semakin terasa. Akhirnya, Maryam melahirkan:
 
 "Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada 
pangkal pohon kurma, ia berkata: 'Aduhai alangkah baiknya aku mati 
sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi 
dilupakan." (QS. Maryam: 23)
 
 Rasa sakit saat melahirkan anak 
yang dialami wanita suci ini menimbulkan penderitaan-penderitaan lain 
yang segera menantinya. Bagaimana manusia akan menyambut anaknya ini? 
Apa yang mereka katakan tentangnya? Bukankah mereka mengetahui bahwa ia 
adalah wanita yang masih perawan? Bagaimana seorang gadis perawan bisa 
melahirkan? Apakah manusia akan membenarkan Maryam yang melahirkan anak 
itu tanpa ada seseorang pun yang menyentuhnya? 
 
 Kemudian 
pandangan-pandangan keraguan mulai menyelimutinya. Maryam berpikir 
bagaimana reaksi manusia kepadanya dan bagaimana perkataan mereka 
terhadapnya sehingga hatinya dipenuhi dengan kesedihan. Belum lama 
Maryam membayangkan dan meminta agar ia dimatikan dan dilupakan, 
tiba-tiba anak yang baru lahir itu memanggilnya:
 
 "Janganlah 
kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di
 bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon
 itu akan mengugurkan buah kurma yang masak kepadamu makan, minum dan 
bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka 
katakantah: 'Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang 
Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun 
pada hari ini.'" (QS. Maryam: 24-26)
 
 Maryam melihat al-Masih 
yang tampan wajahnya. Wajahnya tidak kemerah-merahan dan rambutnya tidak
 keriting seperti anak-anak yang lahir di saat itu, tetapi ia berkulit 
lembut dan putih. 
 
 Anak itu diselimuti dengan kesucian dan 
kasih sayang; anak itu berbicara kepada Maryam agar ia menghilangkan 
kesedihannya dan meminta padanya agar menggoyangkan batang-batang pohon 
kurma supaya jatuh darinya sebagian buahnya yang lezat dan Maryam dapat 
memakan dan meminum darinya sehingga hatinya pun penuh dengan kedamaian 
serta kegembiraan dan tidak berpikir tentang sesuatu pun. 
 
 Jika
 Maryam melihat atau menemui manusia, maka hendaklah ia berkata kepada 
mereka bahwa ia bernazar kepada Allah SWT untuk berpuasa dan tidak 
berbicara kepada seseorang pun.
 
 Maryam melihat al-Masih dengan 
penuh kecintaan. Anak itu baru dilahirkan beberapa saat tetapi ia 
langsung memikul tanggung jawab ibunya di atas pundaknya. Selanjutnya, 
ia akan memikul penderitaan orang-orang fakir. 
 
 Maryam melihat 
bahwa wajah anak itu menyiratkan tanda yang sangat aneh. Yaitu tanda 
yang mengisyaratkan bahwa ia datang ke dunia bukan untuk mengambil 
darinya sesuatu, tetapi untuk memberinya segala sesuatu. 
 
 
Maryam mengulurkan tangannya ke pohon kurma yang besar. Belum lama ia 
menyentuh batangnya hingga jatuhlah darinya buah kurma yang masih muda 
dan lezat. Maryam makan dan minum dan kemudian ia memangku anaknya 
dengan penuh kasih sayang.
 
 Saat itu, Maryam merasakan 
kegoncangan yang hebat. Silih-berganti ketenangan dan kegelisahan 
menghampirinya. Segala pikirannya tertuju pada satu hal, yaitu Isa. 
 
 Ia bertanya-tanya dalam dirinya: Bagaimana orang-orang Yahudi akan 
menyambutnya, apa yang akan mereka katakan tentangnya, apa yang akan 
mereka katakan terhadap Maryam, apakah para pendeta dan para pembesar 
Yahudi percaya bahwa Maryam melahirkan seorang anak tanpa disentuh oleh 
seseorang pun? Bukankah mereka terbiasa hidup dengan suasana pencurian 
dan penipuan? Apakah seseorang di antara mereka akan percaya —padahal ia
 jauh dari langit— bahwa langit telah memberinya seseorang anak.
 
 Akhirnya, masa pengasingan Maryam telah berakhir dan Maryam harus 
kembali ke kaumnya. Maryam kembali dan waktu menunjukkan Ashar. Pasar 
besar yang terletak di jalan yang dilalui Maryam menuju mesjid dipenuhi 
dengan manusia. Mereka sibuk dengan jual-beli. Mereka duduk 
berbincang-bincang sambil minum anggur. 
 
 Belum lama Maryam 
melewati pasar itu sehingga manusia melihatnya membawa seorang anak 
kecil yang didekapnya. Salah seorang bertanya: "Bukankah ini Maryam yang
 masih perawan? Lalu, anak siapa yang dibawanya itu?" 
 
 Seorang yang mabuk berkata: "Itu adalah anaknya." 
 
 Mari kita dengar cerita apa yang akan disampaikannya. 
 
 Akhirnya, orang-orang Yahudi mulai "mengepung" dengan berbagai macam 
pertanyaan: "Anak siapa ini wahai Maryam, mengapa engkau tidak 
mengembalikannya, apakah itu memang anakmu, bagaimana engkau datang 
dengan membawa seorang anak sedangkan engkau adalah gadis yang masih 
perawan?"
 
 "Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali 
bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang 
pezina." (QS. Maryam: 28)
 
 Maryam dituduh melakukan pelacuran. 
Mereka menyerang Maryam tanpa terlebih dahulu mendengarkan sanggahannya 
atau mengadakan penelitian atau membuktikan bahwa perkataan mereka 
memang benar. 
 
 Maryam dicerca sana-sini dan ia diingatkan, 
bahwa bukankah ia seseorang yang tumbuh dari rumah yang baik dan 
bukanlah ibunya seorang pelacur? Lalu mengapa semua ini terjadi padanya?
 
 
 Menghadapi semua tuduhan itu, Maryam tampak tenang dan tetap 
menunjukkan kebaikannya. Wajahnya dipenuhi dengan cahaya keyakinan. 
Ketika pertanyaan semakin menjadi-jadi dan keadaan semakin sulit, maka 
Maryam menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. 
 
 Ia menunjuk ke arah anaknya dengan tangannya. Maryam menunjuk Isa.
 
 Orang-orang yang ada di situ tampak kebingungan. Mereka memahami bahwa 
Maryam berpuasa dari berbicara dan meminta kepada mereka agar bertanya 
kepada anak itu. 
 
 Para pembesar Yahudi bertanya: "Bagaimana 
mereka akan melontarkan pertanyaan kepada seorang anak kecil yang baru 
lahir beberapa hari? Apakah anak itu akan berbicara di buaiannya" 
 
 Mereka berkata kepada Maryam:
 
 "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?" (QS. Maryam: 29)
 
 Berkata Isa:
 
 "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab (injil) dan 
Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang 
diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku 
(mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti
 kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang yang sombong lagi 
celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku 
dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup
 kembali. " (QS. Maryam: 30-33)
 
 Belum sampai Isa menuntaskan 
pembicaraannya sehingga wajah-wajah para pendeta dari kalangan Yahudi 
dan para uskup tampak pucat. Mereka menyaksikan mukjizat terjadi di 
depan mereka secara langsung. Anak kecil itu berbicara di buaiannya; 
anak kecil yang datang tanpa seorang ayah; anak kecil yang mengatakan 
bahwa Allah SWT telah memberinya al-Kitab dan menjadikannya seorang 
Nabi. 
 
 Ini berarti bahwa kekuasaan mereka sebentar lagi akan 
hancur. Setiap orang dari mereka akan menjadi tidak berarti ketika anak 
kecil itu dewasa. Tak seorang pun di antara mereka yang dapat "menjual 
pengampunan" kepada manusia atau menghakimi mereka melalui pernyataan 
bahwa ia adalah wakil dari langit yang turun di bumi. Atau pernyataan, 
bahwa hanya dia yang mengetahui syariat.
 
 Para pendeta Yahudi 
merasa akan terjadi suatu tragedi kepribadian yang akan datang kepada 
mereka dengan kelahiran anak kecil ini. Kedatangan al-Masih berarti 
mengembalikan manusia kepada penyembahan semata-mata kepada Allah SWT. 
Ini berarti menghapus agama Yahudi yang sekarang mereka yakini. 
 
 Perbedaan antara ajaran-ajaran Nabi Musa As dan tindakan-tindakan 
orang-orang Yahudi menyerupai perbedaan antara bintang-bintang di langit
 dan lumpur-lumpur di jalan. 
 
 Para pendeta Yahudi 
menyembunyikan kisah kelahiran Isa dan bagaimana ia berbicara di masa 
buaian. Mereka justru menuduh Maryam yang masih perawan dengan 
kebohongan yang besar. Mereka menuduh Maryam melakukan pelacuran, 
padahal mereka menyaksikan sendiri mukjizat pembicaraan anaknya di masa 
buaian.
 
 Mula-mula cerita tentang itu mereka sembunyikan untuk 
beberapa saat. Meskipun demikian, berita tentang kelahiran Isa sampai ke
 Hakim Romawi, yaitu Heradus. 
 
 Ia memimpin orang-orang 
Palestina dan orang-orang Yahudi dengan kekuatan pedang. Ia 
menakut-nakuti mereka dengan menumpahkan darah serta banyaknya mata-mata
 yang dimilikinya. 
 
 Pada suatu hari, ia duduk di istananya dan 
meminum anggur. Lalu ia mendengar berita yang samar tentang kelahiran 
seseorang anak tanpa ayah; seorang anak yang dikatakan ia mampu 
berbicara saat masih di buaian, lalu ia menyampaikan pembicaraan yang 
menjurus pada ancaman terhadap kekuasaan Romawi. 
 
 Kemudian 
bergetarlah kursi yang ada di bawah tubuh Heradus. Ia memerintahkan 
untuk diadakan suatu pertemuan mendadak yang dihadiri oleh para 
pengawalnya dan para mata-matanya. 
 
 Pertemuan itu pun 
terlaksana. Heradus duduk dengan wajahnya yang hitam mengkilat, lalu ia 
memutarkan pandangannya ke arah mata-matanya dan bertanya: "Bagaimana 
berita anak kecil yang berbicara di buaiannya?"
 
 Salah seorang 
kepala mata-mata berkata: "Tampak bahwa masalahnya tidak benar. Kami 
telah mendengar isu-isu sekitar anak kecil yang mereka katakan bahwa ia 
membuat mukjizat dengan berbicara saat ia masih belia. Lalu saya 
mengutus anak buahku untuk mencari kebenaran berita itu, tetapi mereka 
tidak menemukannya. Jelas bagi kami, bahwa berita itu dilebih-lebihkan."
 
 
 Kemudian salah satu anggota mata-mata raja berkata: "Aku 
telah mendapatkan bukti yang terpercaya bahwa tiga orang dari 
orang-orang Majusi datang di balik suatu bintang yang mereka lihat 
menyala di suatu langit dan bintang tersebut mengisyaratkan kelahiran 
anak kecil yang membawa mukjizat, yaitu anak kecil yang akan 
menyelamatkan kaumnya." 
 
 Hakim berkata: "Bagaimana ia dapat menyelamatkan kaumnya dan kaum siapa yang diselamatkannya?" 
 
 Salah seorang mata-mata berkata: "Anak buahku tidak mengetahuinya 
karena orang-orang pandai dari Majusi itu pergi dan tak seorang pun 
menemukan mereka."
 
 Hakim berkata: "Bagaimana mereka dapat pergi
 dan bersembunyi lalu bagaimana cerita anak kecil ini? Apakah di sana 
ada persekongkolan untuk menentang Romawi?" 
 
 Hakim melompat 
dari tempat duduknya ketika ia menyebut Romawi, dan ia mulai berbicara 
dengan keadaan emosi: "Aku menginginkan kepala tiga orang yang cerdik 
itu dan aku juga menginginkan kepala anak kecil itu. Dan aku 
menginginkan informasi yang lengkap. Sungguh masalah ini semakin samar 
hai orang-orang yang bodoh." 
 
 Lalu kepala mata-mata berkata: "Barangkali ini hanya mimpi yang dibayangkan orang-orang Yahudi bahwa mereka melihatnya." 
 
 Hakim berkata: "Sungguh kepala-kepala kalian semua akan terbang lebih 
cepat dari merpati jika kalian tidak mendatangkan cerita secara lengkap 
tentang anak ini. Kebingungan dan kekacauan apa yang aku rasakan! 
Pergilah kalian dari sini."
 
 Anak buah Heradus dan para 
mata-mata pergi, sedangkan ia masih duduk memikirkan masalah tersebut. 
Tampaknya masalah itu sangat menggelisahkannya. Ia tidak peduli dengan 
kedatangan agama baru kepada manusia tetapi yang dipikirkannya adalah 
kekuasaan Romawi yang ia menjadi simbolnya. 
 
 Kemudian Heradus 
menetapkan untuk memanggil pemuka orang Yahudi dan bertanya kepadanya 
tentang masalah ini. Para pengawalnya yang khusus memanggil orang Yahudi
 itu. Tidak beberapa lama orang Yahudi itu ada di depan hakim. 
 
 Heradus berkata: "Aku ingin berbicara kepadamu tentang suatu masalah yang sangat menggelisahkanku." 
 
 Pendeta Yahudi itu berkata: "Aku ingin mengabdi kepadamu."
 
 Heradus berkata: "Aku mendengar berita-berita yang saling berlawanan 
tentang anak kecil yang bisa berbicara di masa buaiannya dan ia 
mengatakan bahwa ia akan menyelamatkan kaumnya. Maka bagaimana berita 
yang sebenarnya tentang itu?" 
 
 Pendeta itu berkata dan ia 
merasa bahwa pertanyaan itu sepertinya berupa jebakan yang tidak 
diketahuinya secara pasti: "Apakah tuan yang mulia peduli dengan agama 
Yahudi?" 
 
 Heradus berkata dalam keadaan emosi: "Aku tidak 
peduli sedikit pun selain kekuasaan Romawi. Jawablah pertanyaanku wahai 
pendeta." 
 
 Pendeta Yahudi itu telah melihat Isa berbicara di 
buaiannya. Ia memahami bahwa seandainya ia mengatakan itu, maka ia akan 
mendapatkan penderitaan pada dirinya, maka ia lebih memilih sedikit 
berbohong. Ia berkata kepada Heradus bahwa ia mendengar cerita itu 
tetapi ia meragukannya.
 
 Heradus berkata: "Apakah benar agama kalian berbicara tentang kedatangan seorang penyelamat bagi rakyat kalian?" 
 
 Pendeta berkata: "Ini benar wahai tuan yang mulai." 
 
 Heradus berkata: "Apakah kalian mengetahui ini adalah persekongkolan 
menentang keamanan kerajaan Romawi? Apakah kalian menyadari ini adalah 
bentuk pengkhianatan?" 
 Pendeta berkata: "Aku harap tuan membiarkan 
aku meluruskan suatu pemikiran yang sederhana. Berita tentang hal itu 
adalah berita yang kuno. Berita ini diyakini ketika rakyat menjadi 
tawanan di Bebel sejak ratusan tahun."
 
 Heradus berkata: "Apakah
 memang di sana ada yang membenarkan berita ini? Sekarang, apakah kamu 
secara pribadi membenarkannya? Apakah engkau melihat anak kecil itu yang
 mereka katakan bahwa ia dilahirkan tanpa seorang ayah?" 
 
 
Pendeta itu berkata: "Apakah ada seorang yang percaya wahai tuan yang 
mulia jika dikatakan ada seorang anak yang lahir tanpa seorang ayah. Ini
 adalah mimpi rakyat biasa."
 
 Heradus berkata: "Tidak ada 
sesuatu yang mengusir tidur dari mata seorang penguasa selain 
mimpi-mimpi rakyat. Pergilah wahai pendeta dan jika engkau mendengar 
berita-berita, maka sampaikanlah kepadaku sebelum engkau sampaikan 
kepada istrimu." 
 
 Belum lama pendeta itu pergi sehingga Heradus
 berpikir, bagaimana seandainya pendeta itu berbohong. Ia menangkap 
benang kebohongan pada kedua matanya. Ia mengetahui kebohongan ini 
karena ia sendiri sangat pandai berbohong. 
 
 Kemudian bagaimana 
cerita tiga orang cerdik yang mereka mengikuti bintang? Apakah di sana 
terdapat persekongkolan menentang Romawi yang tidak diketahuinya?
 
 Heradus berteriak di tengah-tengah pengawalnya dan memerintahkan mereka
 untuk menangkap semua orang yang mendengar cerita ini atau ia akan 
melihat akibatnya. 
 
 Mula-mula dia memerintahkan untuk mencari 
gadis perawan yang melahirkan anak itu dan membunuh setiap anak yang 
lahir di saat itu. 
 
 Sementara itu, Maryam keluar dari Palestina menuju ke Mesir. 
 
 Sebelumnya, pada suatu malam, datanglah kepadanya seseorang yang belum 
pernah dilihatnya dan orang itu menyampaikan salam kepadanya serta 
menyerukannya dan sambil berkata: "Bawalah anakmu wahai Maryam dan 
keluarlah menuju Mesir." 
 
 Dengan nada ketakutan Maryam 
bertanya, "Mengapa? Bagaimana aku keluar menuju ke Mesir; dan bagaimana 
aku bisa mengenali jalan?" 
 
 Orang asing itu menjawab, 
"Keluarlah engkau niscaya Allah SWT akan melindungimu. Sesungguhnya 
Hakim Romawi mencari anakmu dan ingin membunuhmu."
 
 Maryam bertanya: "Kapan aku keluar?" 
 
 Orang asing itu menjawab: "Sekarang juga. Janganlah engkau khawatir 
sedikit pun karena engkau keluar bersama seorang Nabi yang mulia. Semua 
nabi diusir oleh kaumnya dari negeri mereka dan rumah mereka. 
Demikianlah hukum kehidupan. Kejahatan selalu berusaha untuk 
menyingkirkan kebaikan tetapi pada akhirnya, kebaikan akan kembali 
menduduki singgasananya. Keluarlah wahai Maryam." 
 
 Akhirnya, 
Maryam pun pergi menuju ke Mesir. Maryam melalui gurun Saina' bersama 
suatu kafilah yang menuju Mesir. Maryam berjalan membawa Isa di jalan 
yang sama yang pernah dilalui Nabi Musa As di mana ditampakkan kepada 
Nabi Musa api yang suci dan beliau dipanggil dari sisi thur al-Aiman. 
 
 Setelah melalui perjalanan yang jauh dan melelahkan, Maryam sampai di 
Mesir. Mesir yang dipenuhi dengan kebaikan, kemuliaan, kebudayaan klasik
 serta cuacanya yang stabil mempakan tempat yang terbaik untuk 
pertumbuhan Isa as.
 
 Al-Masih tumbuh dan berkembang serta 
menjalani masa kecilnya di Mesir. Kemudian datanglah kepada Maryam orang
 asing yang telah memerintahkannya untuk meninggalkan Palestina. Kali 
ini, ia memerintahkannya untuk kembali ke Palestina. 
 
 Orang 
asing itu berkata kepadanya: "Raja yang lalim telah mati, maka 
kembalilah bersama anakmu wahai Maryam. Telah datang kesempatan emas 
bagi Isa untuk menduduki singgasananya. Isa akan menjadi penyayang 
orang-orang fakir dan orang-orang yang benar. Kembalilah wahai Maryam." 
 
 Maryam pun kembali. Dalam perjalanan Maryam melalui banyak mata air di sungai Jordania.
 
 Isa pun tumbuh menjadi dewasa dan mencapai masa mudanya. Isa keluar 
dari rumahnya dan menuju tempat penyembahan kaum Yahudi. Saat itu 
bertepatan dengan hari Sabtu. Di sana tidak ada satu rumah pun dari 
rumah kaum Yahudi yang dapat menyalakan api atau memadamkannya pada hari
 Sabtu, atau mengambil buah di hari itu. 
 
 Dilarang bagi seorang
 wanita untuk membikin adonan roti atau seseorang anak kecil mencuci 
anjingnya. Nabi Musa telah memerintahkan untuk menghormati hari Sabtu 
dan hanya mengkhususkanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
 
 
Terdapat hikmah di balik penghormatan hari Sabtu sehingga hari Sabtu 
menjadi hari yang sangat disucikan di kalangan orang-orang Yahudi. 
 
 Mereka melaksanakannya dengan berbagai macam tradisi dan mereka 
mencurahkan segala konsentrasi mereka untuk menjaga hari Sabtu dan tidak
 meremehkannya. Sebab, mereka meyakini bahwa hari Sabtu adalah hari yang
 dijaga dari langit sebelum Allah menciptakan manusia sebagaimana mereka
 percaya bahwa Bani Israil telah diberikan pilihan kepada satu jalur 
saja, yaitu menjaga hari Sabtu. 
 
 Mereka bangga karena mereka 
dapat menjaganya meskipun hal itu menyebabkan mereka kalah di kancah 
peperangan atau mereka tertawan di tangan musuh. Bahkan saking ketatnya 
mereka mempertahankan kehormatan hari Sabtu sampai-sampai mereka 
menambah-nambahi berbagai macam larangan di hari Sabtu. 
 
 
Majelis kaum Yahudi menetapkan ratusan larangan yang tidak boleh 
dilakukan di hari Sabtu, seseorang dilarang untuk memakai gigi palsu di 
hari Sabtu. Seorang yang sakit dilarang untuk memakai perban atau 
memakai minyak di tempat yang sakit pada hari Sabtu atau memanggil 
dokter. Dilarang pula di hari Sabtu untuk menulis dua huruf abjad; 
dilarang juga untuk mempertahankan diri pada hari Sabtu; dilarang untuk 
panen dan belajar di hari Sabtu. Kemudian, bepergian di hari Sabtu 
diharuskan untuk tidak lebih dari dua ribu yard. Dilarang juga dihari 
Sabtu untuk membawa sesuatu ke luar rumah.
 
 Jadi, banyaknya 
syariat, hukum serta larangan-larangan biasanya diikuti dengan banyaknya
 keburukan atau paling tidak membantu terciptanya keburukan. 
 
 
Setiap timbul suatu larangan, maka timbul bersamanya cara untuk 
menghindar darinya. Demikianlah, kehidupan kaum Yahudi dipenuhi dengan 
kemunafikan yang luar biasa di mana secara lahiriah mereka menampakkan 
penghormatan terhadap hari Sabtu, tetapi secara batiniah mereka berusaha
 menodai kehormatan dengan berbagai macam cara.
 
 Meskipun 
kelompok Farisiun bertanggung jawab terhadap tugas pelaksanaan syariat 
dan mengawasinya dengan banyak mendapatkan jaminan-jaminan, maka kita 
akan melihat bahwa mereka siap untuk menciptakan berbagai rekayasa dan 
tipu daya yang memungkinkan mereka untuk menghindar dari hukum-hukum 
syariat di saat yang tepat. 
 
 Saat yang tepat adalah saat di 
mana syariat-syariat tersebut bertentangan dengan kepentingan pribadi 
mereka atau dapat menjadi penghalang bagi mereka untuk mendapatkan mata 
pencaharian yang haram yang sudah siap masuk pada kantong mereka. 
 
 Misalnya, terdapat kaidah syariat yang menetapkan perjalanan pada hari 
Sabtu tidak boleh melebihi dua ribu yard. Namun orang-orang Farisiun 
mengadakan walimah di mana mereka mengundang orang-orang untuk 
menghadiri acara tersebut pada hari Sabtu, padahal tempat diadakannya 
acara itu berjarak lebih dari dua ribu yard dari rumah mereka. Lalu, 
bagaimana mereka dapat melaksanakan hal tersebut? 
 
 Sangat mudah
 sekali. Mereka meletakkan pada sore hari Sabtu sebagian makanan yang 
berjarak dua ribu yard dari rumah mereka lalu setelah itu mereka 
mendirikan suatu tempat tinggal di mana mereka dapat berjalan setelahnya
 dan menempuh dua ribu yard yang lain. 
 
 Dari sini mereka dapat 
menambah jarak yang mereka inginkan. Begitu juga agar mereka menghindar 
dari larangan membawa sesuatu ke luar rumah pada hari Sabtu, maka mereka
 membuat tipu daya yang lain. Yaitu mereka mendirikan gerbang-gerbang 
pintu dan jendela di berbagai jalan sehingga seluruh kota seperti rumah 
besar yang dimungkinkan bagi mereka untuk membawa segala sesuatu dan 
bergerak di dalamnya.
 
 Contoh lain yang menunjukan bagaimana 
orang-orang Yahudi mempermainkan syariat sedangkan mereka mengklaim 
menjaganya adalah, bahwa syariat Musa menetapkan agar seorang anak 
menginfaki kedua orang tuanya saat mereka menginjak usia tua dan 
membutuhkannya. 
 
 Tetapi kaum Farisiun memberikan kesempatan 
kepada anak-anak untuk lari dan menghindar dari tanggung jawab ini 
dengan suatu tipu daya yang sederhana. Ketika seorang anak dituntut oleh
 kedua orang tuanya untuk memberi nafkah, maka ia pergi ke para pendeta 
dan bersepakat kepada mereka untuk mewakafkan semua hartanya dan 
kekayaannya kepada haikal, yaitu tempat sembahan kaum Yahudi. 
 
 
Saat itu kedua orang tuanya tidak mampu mengambil sesuatu pun darinya. 
Ketika mereka berdua telah putus asa dan tidak lagi menuntut padanya 
untuk memberi nafkah, maka semua harta kekayaannya akan dikembalikan 
kepadanya oleh para pendeta, dengan catatan hendaklah ia memberikan 
bagian tertentu dari hartanya kepada para pendeta itu. 
 Demikianlah yang terdapat dalam Injil Mata.
 
 Di tengah-tengah suasana kebodohan pemikiran yang luar biasa ini, juga 
terdapat sikap keras kepala dan kejumudan berpikir yang mengelilingi 
kaum Yahudi. 
 
 Terdapat tujuh tingkat kesucian dan dua puluh 
enam salat yang harus mereka lakukan saat mereka membasuh tangan sebelum
 memakan makanan, namun mereka menganggap bahwa meniadakan pembacaan 
salat-salat sebagai bentuk pembunuhan terhadap jiwa dengan cara bunuh 
diri dan tercegah dari kehidupan abadi. 
 
 Demikianlah kekerasan 
sikap masyarakat Yahudi yang menunjukkan bahwa moral mereka telah rusak 
dan dipenuhi dengan kemunafikan yang tiada taranya.
 
 Sementara 
itu, Isa berjalan menuju tempat beribadah. Orang-orang berjalan di 
sekelilingnya. Mereka tampak membanggakan pakaian-pakaian yang berwarna 
dan berharga sedangkan Isa berjalan dengan memakai baju putih dan 
menampakkan kezuhudannya. 
 
 Rambut Isa tampak lembut yang 
mencapai kedua bahunya dan tampak ia basah terkena air awan yang 
menurunkan gerimis. Kemudian kedua kakinya berjalan di atas tanah 
sehingga tanah itu dipenuhi dengan bau harum yang tidak diketahui 
sumbernya. 
 
 Baju yang dipakai oleh Isa terbuat dari bulu domba 
yang sangat sederhana dan kasar. Meskipun hari itu hari Sabtu, Isa 
memetik buah di suatu kebun dan mengambil dua buah yang beliau berikan 
kepada anak kecil yang fakir dan lapar. Tindakan semacam ini menurut 
kepercayaan Yahudi dianggap sebagai tindakan yang menentang agama 
Yahudi.
 
 Isa mengetahui bahwa menjalankan agama yang hakiki 
bukan terletak pada ketaatan eksternal sementara hati jauh dari sikap 
rendah diri. Oleh karena itu, Isa mencabut buah dan memberikan makan 
kepada manusia pada hari Sabtu. Beliau menyalakan api untuk 
wanita-wanita tua sehingga mereka tidak mati kedinginan.
 
 Isa 
sering mengunjungi tempat sesembahan orang Yahudi. Isa berdiri di 
dalamnya dan mengamati para pendeta dan manusia yang hilir mudik di 
sekitarnya. 
 
 Sesampainya Isa di tempat sembahan, ia berdiri di 
dalamnya. Isa mengamat-amati apa yang ada di dalamnya. Dinding-dinding 
tempat beribadah itu terbuat dari kayu gahru yang memiliki bau yang 
harum. Di samping itu, terdapat kelambu-kelambu yang terbuat dari 
kain-kain yang mengagumkan yang dicampur dengan emas. Juga terdapat 
lampu-lampu yang terulur dari atap dan juga ada lilin-lilin yang 
memenuhi ruangan dengan cahaya. Meskipun demikian, kegelapan menyelimuti
 hati orang-orang yang ada di situ.
 
 Nabi Isa As berdiri cukup 
lama di tempat penyembahan itu. Setiap kali ia memutarkan wajahnya, ia 
mendapati para pendeta di sana. 
 
 Terdapat dua puluh ribu 
pendeta. Nama-nama mereka tercatat dalam haikal. Mereka adalah kaum 
Waliyun yang memakai saku-saku yang besar yang di dalamnya ada 
kitab-kitab syariat. Sedangkan kaum Farisiun, mereka memakai pakaian 
yang lebar yang sisi-sisinya tertenun dengan emas. Mereka adalah 
pembantu haikal yang resmi dengan memakai baju-baju mereka yang putih. 
 
 Adapun kaum Shaduqiyun adalah kelompok para pendeta aristokrat yang 
bersekutu dengan penguasa di mana mereka memperoleh kekayaan melalui 
persekutuan ini. 
 
 Nabi Isa As memperhatikan bahwa jumlah pengunjung haikalita lebih sedikit daripada jumlah para pendeta dan para tokoh agama. 
 
 Tempat penyembahan itu dipenuhi dengan kambing dan merpati yang dibeli 
oleh para pengunjung tempat penyembahan itu. Mereka menyerahkannya 
sebagai kurban kepada Allah. Yaitu kurban yang disembelih di dalam 
tempat persembahan di atas tempat penyembelihan. Alhasil setiap langkah 
yang diayunkan oleh para pejalan di tempat penyembahan itu akan 
menghasilkan uang.
 
 Di tempat penyembahan Yahudi itulah 
tersingkap hakikat kehidupan kaum Yahudi. Nilai satu-satunya yang 
disembah oleh manusia di zaman itu adalah uang. Jadi, kemewahan materi 
atau kekayaan adalah nilai satu-satunya yang karenanya manusia akan 
bergulat satu sama lain. Dalam hal itu, tidak ada perbedaan antara 
tokoh-tokoh pembawa ajaran syariat dengan manusia-manusia biasa. 
 
 Kaum Shaduqiyun dan kaum Farisiun bekerja sama di antara mereka di 
dalam haikal itu seakan-akan mereka di dalam suatu pasar di mana mereka 
memanfaatkannya untuk diri mereka dengan terus mencari kurban-kurban di 
dalamnya. Seringkali kaum Shaduqiyun dan Farisiun berseteru dalam 
persoalan syariat dan hukum. Demikian juga, mereka berseteru dalam 
menentukan kurban yang harus mereka raih di haikal itu. 
 
 Kaum 
Farisiun berpendapat bahwa hewan-hewan kurban itu harus dibeli dari 
harta haikal sedangkan kaum Shaduqiyun menganggap bahwa harta dari 
haikal adalah hak mereka. 
 Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa 
hewan kurban itu harus dibeli dengan jumlah tersendiri. Begitu juga kaum
 Farisiun mewajibkan untuk membakar hewan yang disembelih di atas tempat
 penyembahan, sedangkan kaum Shaduqiyun mereka mengambil hewan 
sembelihan ini untuk diri mereka sendiri.
 
 Di dalam Talmud 
disebutkan bahwa kaum Shaduqiyun menjual merpati di toko-toko mereka 
yang mereka miliki. Mereka sengaja memperbanyak kesempatan-kesempatan 
yang diharuskan di dalamnya untuk mengorbankan burung-burung merpati 
sehingga harga seekor burung merpati saja mencapai beberapa Dinar. 
 
 Melihat hal itu, salah satu tokoh Farisiun yaitu Sam'an bin Amlail 
mengeluarkan fatwa yang intinya mengurangi kesempatan-kesempatan yang 
diharuskan di dalamnya seseorang menyerahkan merpati sebagai kurban. 
Setelah itu, harga burung cuma mencapai seperempat Dinar. 
 
 
Pergulatan antara kedua kelompok itu mendatangkan pukulan berat bagi 
pemilik toko yang menyimpan burung merpati terutama anak-anak dari 
kepala pendeta.
 
 Nabi Isa As memperhatikan apa yang terjadi di 
sekelilingnya; Nabi Isa As melihat kaum fakir yang tidak mampu membeli 
hewan kurban sehingga mereka tidak mampu berkurban; Nabi Isa As melihat 
bagaimana para pendeta memperlakukan mereka dan memangsa mereka seperti 
serigala yang buas. 
 
 Nabi Isa As berpikir di dalam dirinya, 
mengapa binatang-binatang itu mereka bakar lalu dagingnya menjadi asap 
di udara, padahal di sana terdapat ribuan kaum fakir yang mati 
kelaparan? Mengapa mereka mengira bahwa Allah SWT ridha ketika tempat 
penyembelihan dilumuri dengan darah, lalu hewan kurban itu dibawa ke 
rumah-rumah para pendeta dan toko-toko mereka untuk dijual? Mengapa 
orang-orang fakir banyak berhutang dan mengeluarkan banyak uang untuk 
membeli binatang-binatang kurban? Mengapa binatang-binatang kurban itu 
harus dimiliki dan hanya dirawat oleh para pendeta lalu apa yang mereka 
lakukan dengan uang-uang ini? Lalu, di manakah tempat orang-orang fakir 
di haikal itu? Bukankah hal yang aneh ketika seseorang memasuki rumah 
dengan keharusan membawa uang?
 
 Nabi Isa As pergi dari tempat penyembahan itu dan ia meninggalkan kota menuju gunung. 
 
 Dada Nabi Isa As dipenuhi dengan kecemburuan yang suci terhadap yang 
Maha Benar. Wajahnya tampak semakin pucat ketika melihat berbagai macam 
kejahatan memenuhi dunia. Nabi Isa As berdiri di atas sebuah bukit dan 
beliau mulai melakukan salat. 
 
 Tetesan-tetesan air mata mulai 
berlinang dari pipinya dan jatuh ke bumi. Nabi Isa As mulai merenung dan
 menangis. Di sana terdapat bunga yang nyaris mati karena kehausan lalu 
ketika ia mendapatkan tetesan air mata al-Masih, maka bunga itu mekar 
kembali dan mendapatkan kehidupan. 
 
 Tetesan air mata al-Masih menyelamatkannya, sebagaimana beliau akan menyelamatkan manusia dengan dakwahnya. 
 
 Di malam yang penuh berkah ini pula, dua orang Nabi yang mulia 
meninggalkan bumi, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Zakaria. Kedua Nabi itu 
dibunuh oleh penguasa. Sejak kepergian mereka berdua, bumi kehilangan 
banyak dari kebaikan. 
 
 Pada malam itu juga, turunlah wahyu kepada Isa bin Maryam. Allah SWT memutuskan perintah-Nya agar ia memulai dakwahnya.
 
 Nabi Isa As menutup lembaran halus dari kehidupannya yaitu lembaran 
yang penuh dengan tafakur dan ibadah. Beliau memulai perjalanannya yang 
berat dan penuh tantangan serta penderitaan: beliau mulai berdakwah di 
jalan Allah SWT; beliau mulai membangun kerajaan yang tegak berdasarkan 
kerendahan hati dan cinta. 
 
 Kerajaan yang penguasanya bertujuan
 untuk membebaskan dan menyucikan ruh. Kerajaan yang memancarkan sikap 
rendah diri dan cinta. Nabi Isa As ingin menyelamatkan ruhani. 
 
Ajaran Nabi Isa As berdasarkan keimanan terhadap hari kiamat dan 
kebangkitan. Nilai-nilai dan pemikiran tersebut tidak ditemukan dalam 
kehidupan orang-orang Yahudi.
 
 Syariat Musa menetapkan 
pemberlakuan hukum qisas: barangsiapa yang memukulmu di pipi sebelah 
kananmu, maka pukullah pipi sebelah kanannya. Lalu bagaimanakah 
orang-orang Yahudi menerapkan hukum qisas tersebut? Jika yang dipukul 
mampu untuk menghancurkan rumah orang yang memukul, maka ia tidak perlu 
merasa puas hanya sekadar memukul pipi sebelah kanannya, namum jika ia 
tidak mampu, maka hendaklah ia memukul pipi sebelah kanannya. Namun 
boleh jadi hatinya dipenuhi dengan dendam karena ia tidak dapat 
menghancurkan rumahnya.
 
 Jadi, kebencian adalah pelabuhan tempat
 bersinggahnya syariat Musa. Meskipun beliau adalah seorang Nabi yang 
merupakan cermin cinta Ilahi yang besar namun syariatnya kini berada di 
bawah kekuasaan hati-hati yang mati, yaitu hati-hati yang penuh dengan 
dendam dan kebencian. 
 
 Lalu, apa yang dilakukan Nabi Isa As 
terhadap semua ini? Allah SWT telah mengutusnya dan memperkuat Taurat 
yang dibawa oleh Musa sebagaimana Allah SWT menurunkannya kepada Musa. 
 
 Jadi, seorang nabi tidak menghancurkan tugas nabi sebelumnya. Para nabi
 bagaikan satu mata rantai yang tujuannya adalah satu, yaitu menciptakan
 kesucian dan mempertahankan kebenaran serta mengesakan Allah SWT.
 
 Kemudian apa yang dilakukan Nabi Isa As terhadap syariat qisas cersebut? 
 
 Yang jelas, tindakan yang dilakukkan oleh Nabi Isa As murni dari ilham 
yang didapatnya dari Allah SWT. Nabi Isa As mengembalikan kaum kepada 
tujuan asli dari syariat. Nabi Isa As mengembalikan mereka kepada hikmah
 syariat yang asli. Nabi Isa As mengembalikan mereka kepada cinta. 
 
 Nabi Isa As tidak mengatakan sesuatu pun kepada orang yang memukul pipi
 sebelah kanannya. Nabi Isa As tidak berusaha untuk memukul pipi sebelah
 kanannya. Al-Masih justru akan membalikkan pipi sebelah kirinya. 
 
 Inilah syariat Nabi Isa As yang tidak berbeda sedikit pun dengan 
syariat Nabi Musa. Ia merupakan kedalaman yang mengagumkan dari 
kedalaman syariat Nabi Musa. Nabi Isa As ingin menetapkan kepada kaum di
 sekelilinginya tentang sesuatu yang penting. Nabi Isa As ingin 
memberitahu mereka bahwa syariat bukan mengajari kalian untuk meletakkan
 dendam pada diri kalian lalu kalian memukul lawan kalian. Syariat yang 
hakiki adalah, hendaklah kalian menebar kasih sayang, pemaaf, dan cinta.
 
 Terdapat banyak binatang-binatang buas di hutan. Binatang-binatang itu 
mencintai diri mereka sendiri. Mereka bermusuhan dan saling membunuh 
demi makanan dan minuman. Mereka memberikan makan kepada anak-anaknya. 
Perbedaan antara manusia dan binatang adalah perbedaan pada tingkat 
cinta. Hewan tidak akan mampu melampui derajat cintanya kepada makhluk 
yang lain. Atau dengan kata lain, hewan tidak dapat membagi cintanya 
kepada jenis yang lain. Sedangkan manusia mampu melakukan hal itu. Di 
situlah manusia mampu dapat mencapai kemuliaannya dan kemanusiaannya. 
 
 Al-Masih memberitahu kaumnya bahwa manusia tidak akan menjadi manusia 
sempurna kecuali setelah ia mencintai orang lain sebagaimana ia mendntai
 dirinya sendiri.
 
 "Aku mendengar bahwa dikatakan, hendaklah 
engkau mencintai orang yang dekat denganmu dan membenci musuhmu, 
sedangkan aku berkata kepada kalian, cintailah musuh kalian dan 
doakanlah orang yang melaknati kalian. Berbuat baiklah kepada pembenci 
kalian dan salatlah untuk orang-orang berbuat buruk kepada kalian." 
(Injil Mata)
 
 Dakwah Nabi Isa As datang dan menghapus syariat Nabi Musa dalam bentuk eksternal. 
 
 Jika kita berusaha membandingkan dua syariat tersebut dalam bentuk yang
 sederhana, maka pada hakikatnya dakwah Nabi Isa As bertujuan untuk 
menghapus bid'ah yang dilakukan oleh kaum Farisiun dan Shaduqiun 
terhadap syariat Nabi Musa dan menunjukkan hakikat syariat ini dan 
tujuan-tujuannya yang tinggi. 
 
 Di tengah-tengah masa 
materialisme yang sangat luar biasa dan dunia dipenuhi dengan 
penyembahan terhadap emas dan tersebarnya berbagai macam kejahatan, 
munculah dakwah al-Masih sebagai reaksi ideal yang menunjukkan 
ketinggian dan kesucian. 
 
 Al-Masih mengetahui bahwa ia mengajak
 manusia untuk menciptakan perilaku ideal dalam kehidupan; Al-Masih 
menyadari bahwa dakwahnya penuh dengan idealisme tetapi idealisme ini 
sendiri pada saat yang sama merupakan solusi satu-satunya untuk 
mengobati kehidupan dari kesengsaraan dan penyakit-penyakit menular; 
Al-Masih mengetahui bahwa tidak semua manusia tidak mampu untuk mencapai
 puncak yang diisyaratkannya. 
 
 Tetapi paling tidak, hendaklah setiap orang berusaha sedikit mendaki sehingga ia selamat.
 
 Dakwah Nabi Isa As terdiri dari kesudan yang mengagumkan; dakwah Nabi 
Isa As bertujuan untuk menyelamatkan ruh atau dakwah yang dapat dianggap
 sebagai pedoman perilaku individu, bukan suatu system 
perincian-perincian tersebut dan hanya memfokuskan kepada sumber utama, 
yaitu ruh. 
 
 Isa ingin menghidupkan ruhani manusia dan 
membimbingnya untuk mencapai cahaya Sang Pencipta. Oleh karena itu, Isa 
datang dengan didukung oleh ruhul kudus. 
 
 Ruhul kudus adalah Jibril. 
 
 Kita tidak mengetahui bagaimana Allah SWT memperkuat Isa dengan Ruh 
Kudus: apakah Jibril menemaninya dan menyertainya sepanjang 
pengutusannya? Jibril turun kepada nabi untuk menyampaikan risalah atau 
membawa mukjizat atau justru mendatangkan hukuman atas kaumnya, tetapi 
ia tidak bersama mereka sepanjang waktu. Oleh karena itu, apakah memang 
Jibril menemani Isa sehingga beliau diangkat ke langit?
 
 Hampir 
saja hati menjadi tenang dengan tafsiran ini karena dalam kehidupan Nabi
 Isa As terdapat sisi-sisi malaikat di mana beliau mempunyai kemampuan 
yang luar biasa yang berupa mukjizat-mukjizat. 
 
 Bahkan 
kemampuan beliau sampai pada batas menghidupkan orang-orang mati dengan 
izin Allah SWT. Begitu juga, beliau memiliki kemampuan yang luar biasa 
di mana beliau dengan hanya meniupkan pada suatu tanah, maka tanah itu 
terbentuk menjadi burung dan ia terbang dengan izin Allah SWT. 
 
 Selain itu, Nabi Isa As sama sekali tidak mendekati wanita sepanjang 
hidupnya sehingga beliau diangkat oleh Allah SWT. Beliau tidak menikah. 
Ini juga sifat malaikat di mana kita saksikan bahwa sebagian para nabi 
yang diutus oleh Allah SWT dan memiliki beberapa wanita bahkan 
kitab-kitab Yahudi menyebutkan bahwa jumlah istri-istri nabi mereka 
Sulaiman misalnya, mencapai seribu wanita.
 
 Isa hidup dalam keadaan tenggelam dalam ibadah seperti anak dari bibinya, yaitu Yahya. 
 
 Jika Yahya khusuk beribadah dan tinggal di gunung dan gurun bahkan dia 
menginap di gua, maka hal itu adalah hal yang alami baginya, sedangkan 
Isa hidup justru di tengah-tengah masyarakat kota. 
 
 
Persoalannya adalah, bukan hanya Isa tidak terkait hubungan dengan 
seorang wanita dan bukan hanya mukjizat-mukjizat yang diperolehnya yang 
luar biasa yang berhubungan dengan ruh, tetapi yang lebih dari itu 
adalah, bahwa beliau didukung oleh ruhul kudus sepanjang masa dakwahnya.
 Tentu itu adalah nikmat yang tak seorang pun dari para nabi sebelumnya 
diberi. 
 
 Allah SWT berfirman:
 
 "(Ingatlah), ketika 
Allah mengatakan: 'Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan
 kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan roh kudus. Kamu dapat 
berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa;
 dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat, dan 
Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu 
bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya,
 lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan 
(ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam 
kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan 
(ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi 
hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani 
Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan 
kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir 
di antara mereka berkata: 'Ini tidak lain hanya sihir yang nyata.' Dan 
(ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: 
'Berimanlah kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.' Mereka nienjawab: 'Kami 
telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami 
adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu).'" (QS. al-Maidah: 
110-111)
 
 Ayat-ayat tersebut menyebutkan lima mukjizat Nabi Isa 
As. Pertama, bahwa beliau mampu berbicara dengan manusia saat beliau 
masih di buaian. 
 
 Kedua, beliau diajari Taurat dan Taurat yang 
diturunkan kepada Nabi Musa telah tersembunyi dan telah mengalami 
perubahan yang dilakukan oleh orang-orang cerdik dari kaum Yahudi. 
 
 Ketiga, beliau membentuk tanah seperti burung kemudian meniupkannya lalu tanah itu menjadi burung. 
 
 Keempat, beliau mampu menghidupkan orang-orang yang mati. 
 
 Kelima, beliau mampu menyembuhkan orang yang buta dan orang yang belang. 
 
 Terdapat mukjizat yang keenam yang disebutkan dalam Al-Qur'an al-Karim:
 
 "(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: 'Hai Isa putra 
Maryam, bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada 
kami?' Isa menjawab: 'Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu 
orang yang beriman.' Mereka berkata: 'Kami ingin memakan hidangan itu 
dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah 
berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan
 hidangan itu.' Isa putra Maryam berdoa: 'Ya Tuhan kami, turunkanlah 
kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan
 menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami 
dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri 
rezekilah kami dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama.' Allah 
berfirman: 'Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, 
barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan) itu, maka 
sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku 
timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia.'" (QS. al-Maidah: 
112-115)
 
 Mukjizat yang keenam itu adalah turunnya makanan dari langit karena permintaan Hawariyin. 
 
 Juga terdapat mukjizat yang ketujuh yang terdapat surah Ali 'Imran 
yaitu beliau diberi kemampuan melihat hal-hal yang gaib melalui panca 
inderanya meskipun beliau tidak menyaksikannya secara langsung. 
 
 Oleh karena itu, beliau memberitahu kepada sahabat-sahabatnya dan 
murid-muridnya apa yang mereka makan dan apa yang mereka simpan di 
rumah-rumah mereka:
 
 "Dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu 
makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang 
demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika 
kamu benar-benar beriman. " (QS. Ali 'Imran:: 49)
 
 Inilah mukjizat Nabi Isa As yang ketujuh yang didahului oleh mukjizat kelahirannya yang sangat mengagumkan. 
 
 Beliau lahir tanpa seorang ayah, lalu diikuti mukjizat berikutnya di 
mana beliau diangkat dari bumi ke langit ketika penguasa yang lalim 
berusaha menyalibnya. 
 Barangkali pembaca akan bertanya-tanya: 
mengapa mukjizat-mukjizat seperti ini diperoleh oleh Nabi Isa As? Kita 
mengetahui bahwa mukjizat adalah hal yang luar biasa yang Allah SWT 
berikan kepada nabi-Nya. Tetapi pemberian itu menjadi sempurna jika 
mukjizat itu disesuaikan dengan keadaan zaman diutusnya nabi tersebut 
sehingga mukjizat itu sangat berpengaruh dalam jiwa kaum dan mampu 
menggoncangkan hati mereka dan menjadikan mereka berimana kepada pemilik
 mukjizat ini. 
 
 Jadi, mukjizat menjadi suatu hal yang luar 
biasa. Oleh karena itu, Allah SWT berkehendak agar mukjizat ini sesuai 
dengan zaman diutusnya nabi tersebut.
 
 Jadi, setiap mukjizat yang dibawa oleh rasul selalu berlain-lainan. 
 
 Nabi Saleh diutus di tengah-tengah kaum yang melihat bagaimana seekor 
unta yang melahirkan dari gunung atau mampu membelah batu-batuan gunung.
 Sedangkan Nabi Musa diutus di tengah-tengah kaum yang gemar memainkan 
sihir sehingga sihir mendapat tempat istimewa. Oleh karena itu, mukjizat
 yang dibawa oleh Nabi Musa bentuk lahirnya seakan-akan menyerupai 
sihir, tetapi pada hakikatnya ia justru menjatuhkan sihir. Mukjizat itu 
berupa tongkat yang menjadi ular dan kemudian ular itu memakan 
tongkat-tongkat para tukang sihir.
 
 Lain halnya dengan Nabi Isa As, beliau diutus di tengah-tengah kaum materialis yang mengingkari ruh dan hari kebangkitan. 
 
 Mereka menduga bahwa manusia hanya sekadar tubuh tanpa ruh. Mereka 
adalah kaum yang meyakini bahwa darah makhluk adalah ruhnya atau 
jiwanya. 
 
 Taurat yang ada di tangan Yahudi menyebutkan bahwa 
tafsir an-Nafst adalah darah. Disebutkan di dalamnya: "Janganlah engkau 
memakan darah dari tubuh manusia karena jiwa setiap tubuh adalah 
darahnya. "
 
 Nabi Isa As diutus di tengah-tengah kaum yang 
mereka disesatkan oleh falsafah yang dasarnya mengatakan bahwa 
penciptaan alam memiliki sumber pertama, seperti sebab dari akibat. 
 
 Jadi menurut mereka, alam memiliki wujud yang mendahuluinya. Di 
tengah-tengah masa yang materialis ini, di mana ruh diingkari, maka 
secara logis mukjizat Nabi Isa As terkait dengan usaha menunjukkan alam 
ruhani. 
 
 Demikianlah Isa dilahirkan tanpa seorang ayah. 
Mukjizat ini cukup untuk membungkam kaum yang mengatakan bahwa alam 
memiliki sumber pertama. Jelas bahwa alam tidak memiliki wujud yang 
mendahuluinya. 
 
 Kita berada di hadapan Sang Pencipta yang 
mengadakan sistem bagi segala sesuatu dan menjadikan sebab bagi segala 
sesuatu. Dia menjadikan proses kelahiran anak berasal dari hubungan 
laki-laki dan wanita, tetapi Pencipta ini sendiri menciptakan 
sebab-sebab dan sebab-sebab itu tunduk kepadanya;sedangkan Dia tidak 
tunduk kepada sebab-sebab itu. 
 
 Dengan kehendak-Nya yang bebas,
 Dia mampu memerintahkan kelahiran anak tanpa melalui ayah sehingga anak
 itu lahir. Dan, kelahiran Isa pun terjadi tanpa seorang ayah. Cukup 
ditiupkan ruh kepadanya:
 
 "Lalu Kami tiupkan ke dalamnya 
(tubuhnya) roh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda 
(kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam. " (QS. al-Anbiya': 91)
 
 Kelahiran Isa membawa mukjizat yang luar biasa yang menegaskan dua hal: 
 
 Pertama, kebebasan kehendak Ilahi dan ketidak terkaitannya dengan sebab karena Dia adalah Pencipta sebab-sebab, 
 
 Kedua pentingnya ruh dan menjelaskan kedudukannya serta nilainya di 
antara kaum yang hanya mementingkan fisik sehingga mereka mengingkari 
ruh. 
 
 Seandainya kita mengamati sebagian besar mukjizat Nabi Isa As, maka kita akan melihatnya dan mendukung pandangan tersebut. 
 
 Misalnya, mukjizat Nabi Isa As yang mampu membentuk tanah seperti 
burung lalu beliau meniupkannya sehingga tanah itu menjadi burung. 
Mukjizat ini pun menguatkan adanya ruh. Semula ia berupa tanah yang 
bersifat fisik yang tidak dapat disifati dengan kehidupan tetapi ketika 
Nabi Isa As meniupnya, maka segenggam tanah itu menjadi burung yang 
memiliki kehidupan, Sungguh sesuatu yang bukan fisik masuk ke dalamnya. 
Sesuatu itu adalah ruh. Ruh itu masuk ke dalam tanah sehingga ia menjadi
 burung. Jadi, ruh adalah nilai yang hakiki, bukan jasad atau fisik. 
 
 Di samping itu, juga ada mukjizat menghidupkan orang-orang yang mati. 
Bukankah ini juga menunjukkan adanya ruh dan adanya hari akhir atau hari
 kebangkitan. Orang yang mati telah ditelan oleh bumi di mana anggota 
tubuhnya telah hancur berantakan sehingga ia hampir menjadi 
tulang-belulang yang hancur lalu al-Masih memanggilnya dan tiba-tiba dia
 hidup kembali dan bangkit dari kematiannya.
 
 Seandainya orang 
yang mati hanya berupa fisik sebagaimana dikatakan orang-orang Yahudi, 
maka ia tidak akan mampu bangkit dari kematiannya karena fisiknya telah 
hancur tetapi mayit itu mampu bangkit dari kematian. Jasadnya kembali 
hidup dan ia bangkit dari kuburannya serta berbicara. Jadi, ruh adalah 
nilai yang hakiki. bukan fisik atau jasad. 
 
 Kalau begitu, di 
sana terdapat hari kebangkitan dan hari kiamat. Hal ini bukanlah 
mustahil sebagaimana yang dikatakan orang-orang Yahudi, karena setelah 
kematian jasad menjadi tanah yang berterbangan di udara. Itu bukan 
mustahil tetapi mungkin-mungkin saja. Dalil dari hal itu adalah, 
kebangkitan orang-orang yang telah mati di hadapan mata kepala mereka 
sendiri. Nabi Isa As telah menghidupkan mereka agar kaumya yakin bahwa 
kiamat fisik akan terjadi dari kematian dan itu adalah benar dan bahwa 
hari akhir adalah benar.
 
 Juga terdapat mukjizat yang lain, 
yaitu beliau mampu memberi tahu kaumnya tentang apa yang mereka simpan 
di rumah-rumah mereka, tanpa terlebih dahulu beliau masuk ke rumah 
mereka atau dapat bocoran dari seseorang. Mukjizat ini menetapkan bahwa 
panca indera bukanlah nilai yang hakiki. Nabi Isa As tidak melihat apa 
yang ada di rumah mereka tetapi ruhnya mampu untuk melihat dan berbicara
 atau memberitahu mereka. Jadi, ruhani adalah nilai yang hakiki, bukan 
fisik. 
 
 Demikianlah mukjizat-mukjizat Isa datang untuk 
memberitahukan pentingnya ruh dan kebebasan kehendak Ilahi. 
Mukjizat-mukjizat Nabi Isa As —sebagaimana dikatakan oleh guru kami 
Muhammad Abu Zahra'— termasuk dari jenis propagandanya dan sesuai dengan
 tujuan risalahnya, yaitu dakwah untuk mendidik ruhani dan keimanan 
kepada hari kebangkitan dan hari kemudian, dan di sana ada kehidupan 
lain di mana seseorang yang berbuat baik akan dibalas kebaikannya dan 
orang yang berbuat buruk akan dibalas keburukannya.
 
 Lalu, 
apakah mukjizat menghidupkan orang-orang yang mati masih memberikan 
celah kepada para pengingkar akhirat untuk terus mengingkarinya atau 
memberikan ruangan kepada penentang hari kebangkitan untuk meneruskan 
penentangannya? 
 
 Kami telah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi
 telah diracuni dengan pikiran ketidak-percayaan atau penentangan pada 
hari akhirat serta tidak beriman kepada hari akhir, maka menghidupkan 
orang-orang yang mati yang dibawa atau dikuasai oleh Isa menjadi suatu 
pukulan telak bagi mereka yang membuat mereka beriman, tetapi mereka 
masih menentang tanda-tanda kebesaran Allah.
 
 Nabi Isa As 
menutup lembaran kehidupannya yang lembut dan dan ia mulai berdakwah di 
jalan Allah. Beliau didukung oleh ruhul kudus dan mukjizat-mukjizat yang
 luar biasa. 
 Al-Qur'an al-Karim menceritakan kepada kita bahwa 
esensi dakwah al-Masih tidak banyak berubah dari esensi dakwah para nabi
 sebelumnya, yaitu menyuarakan Islam yang intinya adalah menebarkan 
tauhid yang sempurna hanya serta menyerahkan diri kepada Allah: 
"Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian."
 
 Al-Qur'an memberitahu kita bahwa yang mengatakan kalimat tersebut adalah Isa. 
 
 Kalimat tersebut adalah kalimat yang sama yang pernah disampaikan 
seluruh nabi, meskipun nama mereka, sifat mereka, mukjizat mereka, baju 
mereka, bahasa mereka, usia mereka, bentuk mereka, dan warna kulit 
mereka tidak sama. 
 
 Mereka semua bersepakat untuk menyuarakan 
Islam dan hanya menyerahkan diri kepada Allah SWT serta beriman bahwa 
Allah SWT adalah Tuhan mereka dan Tuhan alam semesta. Tiada sekutu 
bagi-Nya dan tiada yang setara dengan-Nya. Dia Maha Esa yang tidak 
beranak dan tidak diperanakkan dan tiada sesuatu pun yang 
menyerupai-Nya.
 
 Isa tidak mengatakan persoalan tauhid lebih 
banyak atau lebih sedikit dari apa yang pernah disampaikan oleh para 
nabi. Al-Qur'an datang kira-kira setelah lima ratus tahun dari 
pengangkatan Nabi Isa As. Allah SWT, melalui ilmu-Nya yang azali 
mengetahui apa yang terjadi di tengah-tengah kaum Masehi di mana mereka 
berselisih tentang hakikat Isa. 
 
 Oleh karena itu, Al-Qur'an al-Karim berusaha menyingkap dialog mereka yang belum terjadi. 
 
 Allah SWT berfirman:
 
 "Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: 'Hai Isa putra Maryam, adakah 
kamu mengatakan kepada manusia: 'Jadikanlah aku dan ibuku dua orang 
tuhan selain Allah?' Isa menjawab: 'Maha Suci Engkau, tidaklah patut 
bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah 
mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau 
mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang 
ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang 
gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau 
perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: 'Sembahlah Allah, Tuhanku, 
dan Tuhanmu,' dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di
 antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang 
mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala 
sesuatu.'" (QS. al-Maidah: 116-117)
 
 Al-Qur'an secara tegas 
mengatakan bahwa dakwah al-Masih adalah dakwah tauhid. Al-Qur'an ingin 
mengatakan bahwa al-Masih terlepas dari segala tuduhan yang dialamatkan 
kepadanya, yaitu tuduhan bahwa ia anak Tuhan atau ia justru tuhan itu 
sendiri. "Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang 
Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: 'Sembahluh Allah, 
Tuhanku, dan Tuhanmu."
 
 Nabi Isa As pergi berdakwah di jalan 
Allah SMT. Inti dakwahnya adalah, bahwa tidak ada perantara antara 
Pencipta dan makhluk; tidak ada perantara antara seorang penyembah dan 
yang disembah. 
 
 Allah SWT menurunkan kitab Injil kepada Nabi 
Isa As. Ia adalah kitab suci yang datang untuk membenarkan Taurat dan 
berusaha menghidupkan syariatnya yang pertama. Injil adalah cahaya, 
petunjuk, dan peringatan bagi orang-orang yang bertakwa. 
 
 Nabi 
Isa As ingin meluruskan tafsiran orang-orang Yahudi terhadap syariat di 
mana mereka menyampaikan tafsir dari syariat itu secara harfiah dan 
sesuai dengan kepentingan mereka. 
 
 Nabi Isa As menenangkan 
orang-orang yang yang menjaga syariat bahwa ia tidak datang untuk 
menghilangkan syariat, tetapi ia datang untuk menyempurnakannya dan 
menyelesaikan tugas para nabi. Namun Isa lebih menekankan pada 
penafsiran esensinya, bukan kepada bentuk lahiriahnya.
 
 Nabi Isa
 As memberi pengertian kepada orang-orang Yahudi bahwa sepuluh wasiat 
yang dibawa oleh Isa mengandung makna-makna yang lebih dalam dari apa 
yang mereka bayangkan. 
 Wasiat yang keenam bukan hanya melarang 
pembunuhan materi, sebagaimana yang mereka pahami tetapi juga menyangkut
 penindasan dan usaha mencelakakan orang lain. 
 Sedangkan wasiat 
yang ketujuh bukan hanya melarang zina (dalam pengertian terjadinya 
hubungan antara laki-laki dengan perempuan melalui cara-cara yang tidak 
sah), tetapi zina berarti segala bentuk perbuatan yang menjurus kepada 
dosa. Misalnya, ketika mata diarahkan kepada lawan jenis disertai 
syahwat dan hasrat seksual, maka itu pun berarti zina. 
 
 Nabi Isa As berkata: 
 
 "Sesungguhnya lebih baik bagi manusia untuk menghindarkan matanya dari 
sesuatu yang dapat menghancurkannya daripada ia harus hancur dengan mata
 itu sendiri. Syariat yang dibawa oleh Isa melarang untuk melanggar 
sumpah dan janji Nabi Isa As memberi pengertian kepada kaumnya bahwa 
hendaklah mereka tidak melakukan sumpah palsu karena merupakan 
"kesalahan besar jika nama Allah dibuat main-main di atas mulut-mulut 
manusia." (Injil Mata 21 sampai 48).
 
 Dakwah Nabi Isa As juga 
berbenturan dengan arus materialisme yang sangat mendominasi masyarakat 
saat itu. Oleh karena itu, beliau mengingatkan manusia dari perbuatan 
munafik, pamrih, tamak, dan gila pujian. 
 
 Begitu juga beliau 
mengingatkan mereka dari sifat rakus terhadap kekayaan dunia; beliau 
mengingatkan agar jangan sampai mereka menimbun harta di dunia. Yakni, 
hendaklah mereka tidak memfokuskan perhatian mereka pada urusan-urusan 
duniawi semata yang sifatnya tidak abadi. Tetapi hendaklah rnereka 
memfokuskan perhatian mereka pada hal-hal yang bersifat samawi (ukhrawi)
 karena itu bersifat abadi.
 
 Nabi Isa As memberitahu kepada 
masyarakatnya agar mereka menjadi orang-orang yang teliti saat memilih 
gaya hidup mereka karena pada gilirannya akal mereka akan menjadi cermin
 darinya. 
 
 Kecenderungan manusia itu terkait kuat dengan 
hatinya. Jika hati tertuju kepada cahaya langit, maka kehidupan manusia 
akan tampak bersinar tetapi jika hati tertuju pada kegelapan dunia, maka
 kehidupannya pun tampak gelap. 
 
 Nabi Isa As mengingatkan kaumnya dari sikap pamrih dan cinta dunia.