Rabu, 19 September 2012

30 Tahun Sholat di Trotoar

Mengakrabi jalanan telah dilakoni Rosmiza (57) selama 30 tahun.
Selama itu pula, pinggiran Jalan Gatot Subroto, Medan, yang sumpek dan ramai oleh lalu lalang kendaraan menjadi tempatnya beribadah. Ya, selama itu pula Rosmiza tak pernah meninggalkan sholat, kendati harus melakukannya di atas trotoar di pinggir jalan raya. Terik mentari dan guyuran hujan bukanlah alasan baginya untuk tidak menjalankan kewajibannya sebagai hamba Allah. Suara knalpot sepeda motor dan bunyi riuh klakson kendaraan tak sedikit pun mengurangi kekhusukannya. Jiwanya tetap tenang mengucap seribu doa dan syukur kepada Ilahi. "Sholat dimana pun akan sama saja, karena bukan suasana yang pengaruhi doa saya," ucapnya sembari tersenyum simpul. Air wudhu didapatnya dari toko kue atau dealer mobil yang tak jauh dari tempatnya berdagang. Jika hujan, dia solat di teras ruko yang terhindar dari hujan. "Tak ada alasan untuk tidak sholat," tegasnya. Nenek empat cucu ini sempat meneteskan air mata ketika menceritakan kisah hidup yang belum bisa dikatakan sejahtera. Dia berusaha sambil berdoa, itu yang menurutnya sangat penting. Hingga dia tak pernah merasa pernah terhimpit masalah berat. Dia hadapi semua dengan senyum dan syukur. Rosmiza sehari-hari berdagang lemang, kue timpan dan nagasari bersama suaminya. Lemang bukanlah buatannya, melainkan dia membelinya dari orang lain. Dia hanya membuat kue tambahan untuk memperbanyak dagangan. Ketika pagi menjemput, dia berdagang di Pasar Kampung Lalang, tetapi sehabis solat Dzuhur dia berdagang di Jalan Gatot Subroto, tepat di seberang Hotel Alpha Inn, Medan. Setiap harinya, dia menyelesaikan solat dua waktu (Ashar dan Maghrib) di pinggir Jalan Gatot Subroto, tepat di sebelah sepeda dagangannya. Tak banyak yang dia dapat per hari, tetapi cukup memenuhi kebutuhan hidup hariannya. Bahkan, dia sudah menyekolahkan anaknya hingga sederajat sekolah menengah atas (SMA) dari hasil berdagang lemang. Dia sebenarnya mau menguliahkan anak-anaknya, tetapi sayangnya tak satu pun anaknya yang berniat mengecap bangku kuliah. Wajah seorang perempuan yang masih berseri ini percaya kalau hidupnya akan berarti jika terus taat kepada Allah SWT. "Dunia ini berapalah lamanya, dan saya tidak akan dapat apa-apa dari sini. Kalau mati, akan sirna semua," ujarnya sembari menatap nanar ke arah lalu lalang kendaraan.

Kamis, 13 September 2012

SUNAH DIANGGAP ANEH, DAN MAKRUH DIANGGAP GAUL


Mirisnya zaman sekarang ini …..

banyak diantara umat Islam khususnya di indonesia yg jauh lebih mengenal siapa itu manohara, julia peres atau bahkan miyabi ...
dibandingkan Ummu Aiman, Zainab binti Khuzaimah, Khodijah binti Khuwailid..
bahkan tak jarang orang2 tidak mengenal siapa itu Ummu Aiman “Ibu asuh Rasulullah yg menikah dengan Zaid bin Haritsah”...

Bilal bin Rabah “seorang Muadzin pertama Islam” pun mungkin terdengar asing ditelinga sebagian kita dibandingkan dengan Neil Amstrong "orang yg pertama kali kebulan"…

bahkan tak sedikit yang hapal arti dari surat2 pendek seperti Al-Fatiha, Al-Ikhlas atau An-nas..
bandingkan dengan puluhan atau ratusan lagu yg kita hapal ???
padahal jelas ayat-ayat Al-Qur’an adalah murni datangnya dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan lagu hanyalah ciptaan manusia yg tak lepas dari perbuatan khilaf ….
Seorang ulama yg melakukan poligami padahal poligami tidak melanggar syariat dikucilkan dan dicaci maki, sementara artis2 yg berzina malah dielu elukan , naudzubillah

cara berpakaian umat muslim pun tak lepas dari kritik, para lelaki yg menghindari Isbal “memanjangkan celana hingga kemata kaki”, atau memanjangkan jenggotnya dikatakan aneh, ketinggalan jaman padahal hal tersebut ada tuntunan sunahnya dari Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam, sementara mereka para musbil “pelaku isbal” atau anak2 muda yg mengkuncupkan celananya, mentato badanya, berambut mowhak ala ayam jago dikatakan gaul lah, kerenlah dsb..

ramaja sekarang jauh lebih bangga dengan pergi clubbing, nonton konser, atau sekedar kumpul-kumpul dengan sahabatnya dibandingkan dengan mengaji dirumah atau pergi ke mushola atau masjid,
contohnya bisa kita lihat di foto facebook sahabat kita, atau mungkin difacebook masing masing kita......

infotainment atau atau berita disurat kabar lebih sering menjual berita berita yg tidak penting, bahkan tak jarang berita yang dijual adalah berita yg terbalik dengan kenyataanya , “ex : gossip dan fitnah2 terhadap tokoh2 Islam” ..

karna banyak tokoh tokoh saat ini yang difitnah bahkan dihukum tanpa tindakan kejahatan yang jelas,banyak juga tokoh-tokoh muslim dianggap terorist, padahal sejatinya mereka hanyalah mempertahankan harga diri dan tanah kelahirannya, atau sekedar membela diri dari serangan musuh....

FPI salah satu ormas yg bergerak di Nahi munkar pun tak jarang menjadi bahan fitnah, sehingga apa yang kita ketahui tentang FPI hanya yg buruk buruknya saja, bahkan presiden pun ikut-ikutan melihat FPI dari sudut pandang berita infotaimen bukan dari sudut pandang fakta dan data dilapangan...
singkat cerita banyak media yg berusaha meracuni kita dengan doktrin-doktrin yang memburukan yg baik, dan membaikan yg buruk...

Indonesia oh Indonesia ….
kenapa Negara yg umat Islamnya terbanyak mampu menjadi Negara yg makmur dan tentram atau Negara yang maju???

salah satu Ulama yg namanya maaf saya lupa pernah mengatakan, kenapa Negara-negara yang mayoritas Islam justru banyak yang termasuk kedalam Negara-negara yang tingkat ekonomi rendah atau Negara yang keterbelakang, “itu karena Negara-negara yg umat Islamnya banyak tidak sepenuhnya menegakan ajaran Islam secara menyeluruh”, Al-Qur’an dan Al-Hadist sudah tidak dijadikan guru, hukum, sahabat dan tempat kembali umat-umat Islam ketika tertimpa masalah….

bagaimanapun juga hukum Islam harus ditegakan di bumi pertiwi ini, agar masa masa keemasan Kalifah terbaik diBumi ini bisa kembali bisa kita rasakan dan disaksikan oleh seluruh umat Islam diberbagai negara…..

Selasa, 11 September 2012

AKSI HOLYWOOD DI MEDAN JIHAD




 Ini real bukan Hollywood



(Muslimpress) - Anda yang sering nonton Hollywood Action Movie pasti menemukan adegan-adegan keren atau heroik dari para pemainnya, yang biasanya ditampilkan pasukan Amerika yang katanya 'gagah berani itu'. Padahal nyatanya, mereka itu lemah kalau di medan perang beneran, lagian yang di Hollywood kan artis :D, sejatinya pasukan salibis itu malah takut mati dan terus kalah

di medan tempur beneran. Dan yang heroik itu adalah Mujahidin, anda bisa lihat di dokumentasi-dokumentasi operasi Jihad Mujahidin, itu bukan film tapi real!!!

Salah satu adegan di film action ada juga yang seperti foto ini, tapi ini juga bukan film Hollywood, ini real di Suriah, ini bukan aktris Hollywood tapi ini Mujahidin Suriah. Lihatlah ia cuma pakai pakaian seadanya, senjata seadanya, dan malah pakai sendal jepit.

Subhanallah..Allahu Akbar!
(Firaas Adams/muslimpress)

Minggu, 09 September 2012

Curi Sandal Dihukum 5 Bulan, Korupsi Miliaran 1 Tahun

Curi Sandal Dihukum 5 Bulan, Korupsi Miliaran 1 Tahun

PALANGKARAYA, KOMPAS.com - DPRD Kalimantan Tengah mempertanyakan keadilan yang diterapkan di provinsi itu. Sanksi yang diberikan dianggap belum adil, antara kasus besar dan kecil. Kondisi itu membuat masyarakat Kalteng cenderung apatis, untuk percaya kepada penegakan hukum.


Kalau demikian, adil hanya untuk si kaya tetapi pengadilan cuma berlaku untuk yang miskin. - Arief Budiatmo

Wakil Ketua DPRD Kalteng, Arief Budiatmo, di Palangkaraya, Minggu (2/9/2012) mencontohkan, vonis satu tahun penjara diberikan kepada terdakwa kasus dugaan korupsi penyalahgunaan uang proyek pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kasongan, Kabupaten Katingan.

Kasus itu terjadi pada tahun 2008, dengan dana proyek berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara sebesar hampir Rp 2,5 miliar. Vonis dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangkaraya, Kamis (30/8/2012).

Belum lama pula, di daerah yang sama, pencuri sandal dihukum lima bulan penjara.

Arief mempertanyakan sanksi dalam kedua kasus tersebut. Nilai proyek alat kesehatan mencapai miliaran rupiah, atau beribu kali lipat dibandingkan harga sandal yang hanya beberapa puluh ribu rupiah. Akan tetapi, sanksi dalam kasus alat kesehatan, hanya dua kali lipat dibandingkan dengan pencurian sandal.

"Keadilan ini bagaimana? Kalau demikian, adil hanya untuk si kaya tetapi pengadilan cuma berlaku untuk yang miskin," kata Aief.

Karena itu, lanjut Arief, masyarakat harus terus mengawal penegakan hukum di Kalteng.

Penelitian tentang Masa Iddah Perempuan, Membuat Pakar Genetika Yahudi ini Masuk Islam

Penelitian tentang Masa Iddah Perempuan, Membuat Pakar Genetika Yahudi ini Masuk Islam
Written By revival.Islamic on 2 September 2012 | 05:29


Seorang pakar genetika Robert Guilhem mendeklarasikan keislamannya setelah terperangah kagum oleh ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang iddah (masa tunggu) wanita Musl imah yang dicerai suaminya seperti yang diatur Islam.Guilhem, pakar yang mendedikasikan usianya dalam penelitian sidik pasangan laki-laki baru-baru ini membuktikan dalam penelitiannya bahwa jejak rekam seorang laki-laki akan hilang setelah tiga bulan.


Guru besar anatomi medis di Pusat Nasional Mesir dan konsultan medis, Dr. Abdul Basith As-Sayyid menegaskan bahwa pakar Robert Gelhem, pemimpin yahudi di Albert Einstain College dan pakar genetika ini mendeklarasikan dirinya masuk Islam ketika ia mengetahui hakikat empiris ilmiah dan kemukjizatan Al-Quran tentang penyebab penentuan iddah (masa tunggu) perempuan yang dicerai suaminya dengan masa 3 bulan.
Ia menambahkan, pakar Guilhem ini yakin dengan bukti-bukti ilmiah. Bukti-bukti itu menyimpulkan bahwa hubungan persetubuan suami istri akan menyebabkan laki-laki meninggalkan sidik (rekam jejak) khususnya pada perempuan. Jika pasangan ini setiap bulannya tidak melakukan persetubuhan maka sidik itu akan perlahan-lahan hilang antara 25-30 persen. Setelah tiga bulan berlalu, maka sidik itu akan hilang secara keseluruhan. Sehingga perempuan yang dicerai akan siap menerima sidik laki-laki lainnya.

Bukti empiris ini mendorong pakar genetika Yahudi ini melakukan penelitian dan pembuktian lain di sebuah perkampungan Afrika Muslim di Amerika. Dalam penelitiannya ia menemukan bahwa setiap wanita di sana hanya mengandung dari jejak sidik pasangan mereka saja. Sementara penelitian ilmiah di sebuah perkampungan lain di Amerika membuktikan bahwa wanitanya yang hamil memiliki jejak sidik beberapa laki-laki dua hingga tiga. Artinya, wanita-wanita non Muslim di sana melakukan hubungan intim selain pernikahan yang sah.

Yang mengagetkan sang pakar ini adalah ketika dia melakukan penelitian ilmiah terhadap istrinya sendiri. Sebab ia menemukan istrinya memiliki tiga rekam sidik laki-laki alias istrinya berselingkuh. Dari penelitiannya, hanya satu dari tiga anaknya saja berasal dari dirinya. Setelah penelitian-penelitian yang dilakukan ini akhirnya meyakinkan sang pakar Guilhem ini memeluk Islam. Ia meyakini bahwa hanya Islamlah yang menjaga martabat perempuan dan menjaga keutuhan kehidupan social. Ia yakin bahwa wanita Muslimah adalah wanita paling bersih di muka bumi ini.

Jumat, 07 September 2012

Usamah Bin Zaid bin Haritsah – Panglima Perang Termuda Kesayangan Rasulullah SAW

Usamah Bin Zaid bin Haritsah – Panglima Perang Termuda Kesayangan Rasulullah SAW


Kita sekarang kembali ke Mekah, tahun ketujuh sebelum hijrah. Ketika itu Rasulullah saw. sedang susah karena tindakan kaum Qurasy yang menyakiti beliau dan para sahabat. Kesulitan dan kesusahan berdakwah menyebabkan beliau senantiasa harus bersabar. Dalam suasana seperti itu, tiba-tiba seberkas cahaya memancar memberikan hiburan yang menggembirakan. Seorang pembawa berita mengabarkan kepada beliau, “Ummu Aiman melahirkan seorang bayi laki-laki.” Wajah Rasulullah berseri-seri karena gembira menyambut berita tersebut.
Siapakah bayi itu? Sehingga, kelahirannya dapat mengobati hati Rasulullah yang sedang duka, berubah menjadi gembira ? Itulah dia, Usamah bin Zaid.

Orangtua Usamah
Para sahabat tidak merasa aneh bila Rasulullah bersuka-cita dengan kelahiran bayi yang baru itu. Karena, mereka mengetahui kedudukan kedua orang tuanya di sisi Rasulullah. Ibu bayi tersebut seorang wanita Habsyi yang diberkati, terkenal dengan panggilan “Ummu Aiman”. Sesungguhnya Ummu Aiman adalah bekas sahaya ibunda Rasulullah Aminah binti Wahab. Dialah yang mengasuh Rasulullah waktu kecil, selagi ibundanya masih hidup. Dia pulalah yang merawat sesudah ibunda wafat. Karena itu, dalam kehidupan Rasulullah, beliau hampir tidak mengenal ibunda yang mulia, selain Ummu Aiman
Rasulullah menyayangi Ummu Aiman, sebagaimana layaknya sayangnya seroang anak kepada ibunya. Beliau sering berucap, “Ummu Aiman adalah ibuku satu-satunya sesudah ibunda yang mulia wafat, dan satu-satunya keluargaku yang masih ada.” Itulah ibu bayi yang beruntung ini.
Adapun bapaknya adalah kesayangan ) Rasulullah, Zaid bin Haritsah. Rasulullah pernah mengangkat Zaid sebagai anak angkatnya sebelum ia memeluk Islam. Dia menjadi sahabat beliau dan tempat mempercayakan segala rahasia. Dia menjadi salah seorang anggota keluarga dalam rumah tangga beliau dan orang yang sangat dikasihi dalam Islam.
Kegembiraan Kaum Muslimin dan Sayangnya Rasulullah SAW kepada Usamah
Kaum muslimin turut bergembira dengan kelahiran Usamah bin Zaid, melebihi kegembiraan meraka atas kelahiran bayi-bayi lainnya. Hal itu bisa terjadi karena tiap-tiap sesuatu yang disukai Rasulullah juga mereka sukai. Bila beliau bergembira mereka pun turut bergembira. Bayi yang sangat beruntung itu mereka panggil “Al-Hibb wa Ibnil Hibb” (kesayangan anak kesayangan).
Kaum muslimin tidak berlebih-lebihan memanggil Usamah yang masih bayi itu dengap panggilan tersebut. Karena, Rasulullah memang sangat menyayangi Usamah sehingga dunia seluruhnya agaknya iri hati. Usamah sebaya dengan cucu Rasulullah, Hasan bin Fatimah az-Zahra. Hasan berkulit putih tampan bagaikan bunga yang mengagumkan. Dia sangat mirip dengan kakeknya, Rasulullah saw. Usamah kulitnya hitam, hidungnya pesek, sangat mirip dengan ibunya wanita Habsyi. Namun, kasih sayang Rasulullah kepada keduanya tiada berbeda. Beliau sering mengambil Usamah, lalu meletakkan di salah satu pahanya. Kemudian, diambilnya pula Hasan, dan diletakkannya di paha yang satunya lagi. Kemudian, kedua anak itu dirangkul bersama-sama ke dadanya, seraya berkata, “Wahai Allah, saya menyayangi kedua anak ini, maka sayangi pulalah mereka!”
Begitu sayangnya Rasulullah kepada Usamah, pada suatu kali Usamah tersandung pintu sehingga keningnya luka dan berdarah. Rasulullah menyuruh Aisyah membersihkan darah dari luka Usamah, tetapi tidak mampu melakukannya. Karena itu, beliau berdiri mendapatkan Usamah, lalu beliau isap darah yang keluar dari lukanya dan ludahkan. Sesudah itu, beliau bujuk Usamah dengan kata-kata manis yang menyenangkan hingga hatinya merasa tenteram kembali.
Sebagaimana Rasulullah menyayangi Usamah waktu kecil, tatkala sudah besar beliau juga tetap menyayanginya. Hakim bin Hazam, seorang pemimpin Qurasy, pernah menghadiahkan pakaian mahal kepada Rasulullah. Hakam membeli pakaian itu di Yaman dengan harga lima puluh dinar emas dari Yazan, seorang pembesar Yaman. Rasulullah enggan menerima hadiah dari Hakam, sebab ketika itu dia masih musyrik. Lalu, pakaian itu dibeli oleh beliau dan hanya dipakainya sekali ketika hari Jumat. Pakaian itu kemudian diberikan kepada Usamah. Usamah senantiasa memakainya pagi dan petang di tengah-tengah para pemuda Muhajirin dan Anshar sebayanya.
Sejak Usamah meningkat remaja, sifat-sifat dan pekerti yang mulia sudah kelihatan pada dirinya, yang memang pantas menjadikannya sebagai kesayangan Rasulullah. Dia cerdik dan pintar, bijaksana dan pandai, takwa dan wara. Ia senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
Dikisahkan bahwasanya pada suatu hari, terjadilah pencurian dimana pelakunya adalah seorang wanita ternama dari bangsa Quraisy, maka kaum Quraisy pun terlena, apa yang semestinya diputuskan terhadap wanita tersebut sedangkan hukuman untuk pencuri adalah potong tangan, kemudian mereka ingin menanyakan hal ini kepada Rasulullah SAW namun ketidak beranian yang mereka miliki membuat mereka mundur langkah dan maju langkah. hingga terbesitlah dihati salah satu diantara mereka bahwasanya orang yang paling berani untuk menanyakan hal ini adalah Usama, karena dia adalah orang yang paling dekat dan paling dikasihi oleh rasulullah saw.
dengan segera mereka menemuinya dan memintanya agar meminta keringanan kepada rasulullah saw terhadap wanita terseut. ketika Usama menceritakan hal ini kepada rasulullah saw, maka rasulullah bersabda:
Janganlah engkau meminta keringanan dalam masalah hukum agama, sesungguhnya bangsa-bangsa terdahulu binasa karena hal itu, bila diantara mereka orang bangsawan mencuri maka mereka mengampuninya dan bila orang miskin yang mencuri maka ditegakkan hukum sebaik-baiknya dan sesungguhnya bila Fatimah Binti Muhammad mencuri niscaya saya akan memotong tangannya.
Usamah Dalam Perang Uhud
Waktu terjadi Perang Uhud, Usamah bin Zaid datang ke hadapan Rasulullah saw. beserta serombongan anak-anak sebayanya, putra-putra para sahabat. Mereka ingin turut jihad fi sabilillah. Sebagian mereka diterima Rasulullah dan sebagian lagi ditolak karena usianya masih sangat muda. Usamah bin Zaid teramasuk kelompok anak-anak yang tidak diterima. Karena itu, Usama pulang sambil menangis. Dia sangat sedih karena tidak diperkenankan turut berperang di bawah bendera Rasulullah.
Usamah Dalam Perang Khandaq
Dalam Perang Khandaq, Usamah bin Zaid datang pula bersama kawan-kawan remaja, putra para sahabat. Usamah berdiri tegap di hadapan Rasulullah supaya kelihatan lebih tinggi, agar beliau memperkenankannya turut berperang. Rasulullah kasihan melihat Usamah yang keras hati ingin turut berperang. Karena itu, beliau mengizinkannya, Usamah pergi berperang menyandang pedang, jihad fi sabilillah. Ketika itu dia baru berusia lima belas tahun.
Usamah Dalam Perang Hunain
Ketika terjadi Perang Hunain, tentara muslimin terdesak sehingga barisannya menjadi kacau balau. Tetapi, Usamah bin Zaid tetap bertahan bersama-sama denga ‘Abbas (paman Rasulullah), Sufyan bin Harits (anak paman Usamah), dan enam orang lainnya dari para sahabat yang mulia. Dengah kelompok kecil ini, Rasulullah berhasil mengembalikan kekalahan para sahabatnya menjadi kemenangan. Beliau berhasil menyelematkan kaum muslimin yang lari dari kejaran kaum musyrikin.
Usamah Dalam Perang Mu’tah
Dalam Perang Mu’tah, Usamah turut berperang di bawah komando ayahnya, Zaid bin Haritsah. Ketika itu umurnya kira-kira delapan belas tahun. Usamah menyaksikan dengan mata kepala sendiri tatkala ayahnya tewas di medan tempur sebagai syuhada. Tetapi, Usamah tidak takut dan tidak pula mundur. Bahkan, dia terus bertempur dengan gigih di bawah komando Ja’far bin Abi Thalib hingga Ja’far syahid di hadapan matanya pula. Usamah menyerbu di bawah komando Abdullah bin Rawahah hingga pahlawan ini gugur pula menyusul kedua sahabatnya yang telah syahid. Kemudian, komando dipegang oleh Khalid bin Walid. Usamah bertempur di bawah komando Khalid. Dengan jumlah tentara yang tinggal sedikit, kaum muslimin akhirnya melepaskan diri dari cengkeraman tentara Rum.
Seusai peperangan, Usamah kembali ke Madinah dengan menyerahkan kematian ayahnya kepada Allah SWT. Jasad ayahnya ditinggalkan di bumi Syam (SYiria) dengan mengenang segala kebaikan almarhum.
Pengangkatan Usamah dalam Perang Melawan Romawi
Ketika Islam berjaya pada masa Rasulullah di Arab. Dengan suka rela, setiap insan yang mendengar seruan kalimat laa ilaha illallalah Muhammadur Rasulullah berbondong-bondong menyambutnya. Wajah-wajah kusut yang semula diselimuti kabut kemusyrikan menjadi cerah disinari pancaran cahaya Ilahi. Tidak ketinggalan juga Farwah bin Umar Al-Judzami, kepala daerah Ma’an dan sekitarnya yang diangkat Kaisar Romawi. Mengetahui hal itu, para penguasa Romawi marah dan mereka segera menangkap Farwah dan menjebloskannya ke penjara. Selanjutnya, ia dibunuh dan kepalanya dipancung, lalu diletakkan di sebuah mata air bernama Arfa’ di Palestina. Mayatnya disalib untuk menakut-nakuti para penduduk agar tidak mengikuti jejaknya.
Mendengar desas-desus yang seolah menyepelekan kemampuan Usamah itu, Umar bin Khatthab segera menemui Rasulullah. Beliau sangat marah, lalu bergegas mengambil sorbannya dan keluar menemui para sahabat yang tengah berkumpul di Masjid Nabawi. Setelah memuji Allah dan mengucapkan syukur, beliau bersabda,
“Wahai sekalian manusia, saya mendengar pembicaraan mengenai pengangkatan Usamah, demi Allah, seandainya kalian menyangsikan kepemimpinannya, berarti kalian menyangsikan juga kepemimpinan ayahnya, Zaid bin Haritsah. Demi Allah, Zaid sangat pantas memegang kepemimpinan, begitu juga dengan putranya, Usamah. Kalau ayahnya sangat saya kasihi, maka putranya pun demikian. Mereka adalah orang yang baik. Hendaklah kalian memandang baik mereka berdua. Mereka juga adalah sebaik-baik manusia di antara kalian.”
Pada tahun kesebelas hijriah Rasulullah menurunkan perintah agar menyiapkan bala tentara untuk memerangi pasukan Rum. Dalam pasukan itu terdapat antara lain Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, Sa’ad bin ABi Waqqas, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lain-lain sahabat yang tua-tua.
Rasulullah mengangkat Usamah bin Zaid yang muda remaja menjadi panglima seluruh pasukan yang akan diberangkatkan. Ketika itu usia Usamah belum melebihi dua puluh tahun. Beliau memerintahkan Usamah supaya berhenti di Balqa’ dan Qal’atut Daarum dekat Gazzah, termasuk wilayah kekuasaan Rum.
Setelah itu, beliau turun dari mimbar dan masuk ke rumahnya. Kaum muslimin pun beradatangan hendak berangkat bersama pasukan Usamah. Mereka menemui Rasulullah yang saat itu dalam keadaan sakit. Diantara mereka terdapat Ummu Aiman, ibu Usamah. “Wahai Rasulullah bukankah lebih baik, jika engkau biarkan Usamah menunggu sebentar di perkemahannya sampai engkau merasa sehat. Jika dipaksa berangkat sekarang, tentu dia tidak akan merasa tenang dalam perjalanannya,” ujarnya. Namun Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Biarkan Usamah berangkat sekarang juga.”
Kata Usamah, “Tatkala sakit Rasulullah bertambah berat, saya datang menghadap beliau diikuti orang banyak, setelah saya masuk, saya dapati beliau sedang diam tidak berkata-kata karena kerasnya sakit beliau. Tiba-tiba beliau mengangkat tangan dan meletakkannya ke tubuh saya. Saya tahu beliau memanggilku.”
Ketika Usamah mencium wajahnya, beliau tidak mengatakan apa-apa selain mengangkat kedua belah tanganya ke langit serta mengusap kepala Usamah, mendoakannya.
Sikap Khalifah Abu Bakar atas Adanya Usulan Penggantian Usamah
Usamah segera kembali ke pasukannya yang masih menunggu. Setelah semuanya lengkap, mereka mulai bergerak. Belum jauh pasukan itu meninggalkan Juraf, tempat markas perkemahan, datanglah utusan dari Ummu Aiman memberitahukan bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam telah wafat. Usamah segera memberhentikan pasukannya. Bersama Umar bin Khatthab dan Abu Ubaidah bin Jarraf, ia segera menuju rumah Rasulullah. Sementara itu, tentara kaum muslimin yang bermarkas di Juraf membatalkan pemberangkatan dan kembali juga ke madinah.
Abu Bakar Shidiq terpilih dan dilantik menjadi khalifah. Khalifah Abu Bakar meneruskan pengiriman tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, sesuai dengan rencana yang telah digariskan Rasulullah. Tetapi, sekelompok kaum Anshar menghendaki supaya menangguhkan pemberangkatan pasukan. Mereka meminta Umar bin Khattab membicarakannya dengan Khalifah Abu Bakar. Abu Bakar segera memanggil Usamah untuk kembali memimpin pasukan, sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah sebelumnya. Tindakan Khalifah tentu saja mendapat reaksi dari beberapa sahabat. Apalagi saat itu beberapa kelompok kaum muslimin murtad dari agama Islam. Kota Madinah memerlukan penjagaan ketat.
Kata mereka, “Jika khalifah tetap berkeras hendak meneruskan pengiriman pasukan sebagaimana dikehendakinya, kami mengusulkan panglima pasukan (Usamah) yang masih muda remaja ditukar dengan tokoh yang lebih tua dan berpengalaman.”
Mendengar ucapan Umar yang menyampaikan usul dari kaum Anshar itu, Abu Bakar bangun menghampiri Umar seraya berkata dengan marah, “Hai putra Khattab! Rasulullah telah mengangkat Usamah. Engkau tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan putusan Rasululllah. Demi Allah, tidak ada cara begitu!”
Abu Bakar juga berkata, “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, seandainya aku tahu akan dimakan binatang buas sekalipun, niscaya aku akan tetap mengutus pasukan ini ketujuannya. Aku yakin, mereka akan kembali dengan selamat. Bukankah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam yang diberikan wahyu dari langit telah bersabda, “Berangkatkan segera pasukan Usamah!’
Tatkala Umar kembali kepada orang banyak, mereka menanyakan bagaimana hasil pembicaraannya dengan khalifah tentang usulnya. Kata Umar, “Setelah saya sampaikan usul kalian kepada Khalifah, belaiu menolak dan malahan saya kena marah. Saya dikatakan sok berani membatalkan keputusan Rasulullah.
Maka, pasukan tentara muslimin berangkat di bawah pimpinan panglima yang masih muda remaja, Usamah bin Zaid. Khalifah Abu Bakar turut mengantarkannya berjalan kaki, sedangkan Usamah menunggang kendaraan.
Kata Usamah, “Wahai Khalifah Rasulullah! Silakan Anda naik kendaraan. Biarlah saya turun dan berjalan kaki. “
Jawab Abu Bakar, “Demi Allah! jangan turun! Demi Allah! saya tidak hendak naik kendaraan! Biarlah kaki saya kotor, sementara mengantar engkau berjuang fisabilillah! Saya titipkan engkau, agama engkau, kesetiaan engkau, dan kesudahan perjuangan engkau kepada Allah. Saya berwasiat kepada engkau, laksanakan sebaik-baiknya segala perintah Rasulullah kepadamu!”
Kemudian dibalas oleh Usamah dengan jawaban yang penuh makna, “Aku menitipkan kepada Allah agamamu, amanatmu juga penghujung amalmu dan aku berwasiat kepadamu untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Rasulullah.”
Kemudian, Khalifah Abu Bakar lebih mendekat kepada Usamah. Katanya, “Jika engkau setuju biarlah Umar tinggal bersama saya. Izinkanlah dia tinggal untuk membantu saya. Usamah kemudian mengizinkannya.
Kemenangan Usamah
Usamah dan pasukannya terus bergerak dengan cepat meninggalkan Madinah. Setelah melewati beberapa daearah yang masih tetap memeluk Islam, akhirnya mereka tiba di Wadilqura. Usamah mengutus seorang mata-mata dari suku Hani Adzrah bernama Huraits. Ia maju meninggalkan pasukan hingga tiba di Ubna, tempat yang mereka tuju. Setelah berhasil mendapatkan berita tentang keadaan daerah itu, dengan cepat ia kembali menemui Usamah. Huraits menyampaikan informasi bahwa penduduk Ubna belum mengetahui kedatangan mereka dan tidak bersiap-siap. Ia mengusulkan agar pasukan secepatnya bergerak untuk melancarkan serangan sebelum mereka mempersiapkan diri. Usamah setuju. Dengan cepat mereka bergerak. Seperti yang direncanakan, pasukan Usamah berhasil mengalahkan lawannya. Hanya selama empat puluh hari, kemudian mereka kembali ke Madinah dengan sejumlah harta rampasan perang yang besar, dan tanpa jatuh korban seorang pun.
Usamah berhasil kembali dari medan perang dengan kemenangan gemilang. Mereka membawa harta rampasan yang banyak, melebihi perkiraan yang diduga orang. Sehingga, orang mengatakan, “Belum pernah terjadi suatu pasukan bertempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan Usamah bin Zaid.”
Kecintaan Kaum Muslimin Kepada Usamah
Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan dicintai kaum muslimin. Karena, dia senantiasa mengikuti sunah Rasulullah dengan sempurna dan memuliakan pribadi Rasul.
Khalifah Umar bin Khattab pernah diprotes oleh putranya, Abdullah bin Umar, karena melebihkan jatah Usamah dari jatah Abdullah sebagai putra Khalifah. Kata Abdullah bin Umar, “Wahai Bapak! Bapak menjatahkan untuk Usamah empat ribu dinar, sedangkan kepada saya hanya tiga ribu dinar. Padahal, jasa bapaknya agaknya tidak akan lebih banyak daripada jasa Bapak sendiri. Begitu pula pribadi Usamah, agaknya tidak ada keistimewaannya daripada saya. Jawab Khalifah Umar, “Wah?! jauh sekali?! Bapaknya lebih disayangi Rasulullah daripada bapak kamu. Dan, pribadi Usamah lebih disayangi Rasulullah daripada dirimu.” Mendengar keterangan ayahnya, Abdullah bin Umar rela jatah Usamah lebih banyak daripada jatah yang diterimanya.
Apabila bertemu dengan Usamah, Umar menyapa dengan ucapan, “Marhaban bi amiri!” (Selamat, wahai komandanku?!). Jika ada orang yang heran dengan sapaan tersebut, Umar menjelaskan, “Rasulullah pernah mengangkat Usamah menjadi komandan saya.”
Setelah menjalani hidupnya bersama para sahabat, Usamah bin Zaid wafat tahun 53 H / 673 M pada masa pemerintahan khalifah Mu’awiyah.
Itulah cuplikan dari kisah seorang pemuda yang berani dalam membela agama Allah tanpa mempedulikan sesuatu yang mengancam jiwanya, dari sinilah kita sebagai pemuda penerus bangsa dan agama alangkah patutlah meniru sosok seorang sahabat yang pemberani Usamah bin Zaid.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada para sahabat yang memiliki jiwa dan kepribadian agung seperti mereka ini. Wallahu a’lam.

Kisah tentang Keteguhan Hati dalam Membela Kebenaran dan Keadilan Meskipun Pahit



Adalah shahabat Rasul; Abu Dzar al-Ghiffari, di masa Khalifah Utsman, pendapat kerasnya tentang gejala nepotisme dan penumpukan harta yang terjadi di kalangan Quraisy membuat ia dikecam banyak pihak. Sikap serupa ia tunjukkan kepada pemerintahan Muawiyah yang menjadi gubernur Syiria. Baginya, adalah kewajiban setiap muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya kepada saudara-saudaranya yang miskin.

Kepada Muawiyah yang membangun istana hijaunya atau Istana Al Khizra, abu Dzar menegur, "Kalau Anda membangun istana ini dengan uang negara, berarti Anda telah menyalahgunakan uang negara. Kalau Anda membangunnya dengan uang Anda sendiri berarti Anda telah berlaku boros," katanya. Muawiyah hanya terdiam mendengar teguran sahabatnya ini.

Dukungannya kepada semangat solidaritas sosial, kepedulian kalangan berpunya kepada kaum miskin, bukan hanya dalam ucapan. Seluruh sikap hidupnya ia tunjukkan kepada upaya penumbuhan semangat tersebut. Sikap wara' dan zuhud selalu jadi perilaku hidupnya. Sikapnya inilah yang dipuji Rasulullah shalallahu alaihi wassallam. Saat Rasul akan berpulang, Abu Dzar dipanggilnya. Sambil memeluk Abu Dzar, Nabi berkata "Abu Dzar akan tetap sama sepanjang hidupnya. Dia tidak akan berubah walaupun aku meninggal nanti." Ucapan Nabi ternyata benar. Hingga akhir hayatnya kemudian, Abu Dzar tetap dalam kesederhanaan dan sangat shaleh.

Abu Dzar al-Ghiffari radhiallahu anhu
     Nama aslinya adalah Jundub bin Junadah bin Sakan, tetapi dia dikenal dengan sebutan Abu Dzar al-Ghiffari. Dia adalah sahabat Rasulullah yang berasal dari suku ghiffar dan termasuk golongan orang yang pertama masuk Islam (menurut beberapa sumber ia adalah orang ke-6 yang masuk Islam). Sebelum menjadi seorang muslim, Abu Dzar dikenal sebagai seorang perampok yang suka merampok para kabilah yang pedagang yang melewati padang pasir. Suku Ghiffar memang sudah dikenal sebagai binatang buas malam dan hantu kegelapan. Jika bertemu dengan mereka, jarang sekali orang yang selamat dari perampokan.

    Abu Dzar Al-Ghifari adalah salah seorang sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wassallam yang paling tidak disukai oleh oknum-oknum Bani Umayyah yang mendominasi pemerintahan Khalifah Utsman, seperti Marwan bin Al-Hakam, Muawiyyah bin Abu Sufyan dan lain-lain. Ia mempunyai sifat-sifat pemberani, terus terang dan jujur. Ia tidak menyembunyikan sesuatu yang menjadi pemikiran dan pendiriannya. Ia mendapat hidayat Allah Swt dan memeluk Islam di kala Rasulullah shalallahu alaihi wassallam menyebarkan dakwah risalahnya secara rahasia dan diam-diam. Ketika itu Islam baru dipeluk kurang lebih oleh 10 orang. Akan tetapi Abu Dzar tanpa menghitung-hitung resiko mengumumkan secara terang-terangan keislamannya di hadapan orang-orang kafir Quraisy. Sekembalinya ke daerah pemukimannya dari Mekah, Abu Dzar berhasil mengajak semua anggota qabilahnya memeluk agama Islam. Bahkan qabilah lain yang berdekatan, yaitu qabilah Aslam, berhasil pula di Islamkan.

     Demikian gigih, berani dan cepatnya Abu Dzar bergerak menyebarkan Islam, sehingga Rasulullah Saw sendiri merasa kagum dan menyatakan pujiannya. Terhadap Bani Ghifar dan Bani Aslam, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassallam dengan bangga mengucapkan: "Bani Ghiffar…, telah di ghaffur-kan (Allah telah mengampuni dosa mereka)! Bani Aslam…, telah di salam-kan (Allah menyelamatkan kehidupan mereka)!"

     Sejak menjadi orang muslim, Abu Dzar benar-benar telah menghias sejarah hidupnya dengan bintang kehormatan tertinggi. Dengan berani ia selalu siap berkorban untuk menegakkan kebenaran Allah dan Rasul-Nya.Tanpa tedeng aling-aling ia bangkit memberontak terhadap penyembahan berhala dan kebatilan dalam segala bentuk dan manifestasinya. Kejujuran dan kesetiaan Abu Dzar dinilai oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassallam sebagai "cahaya terang benderang".

     Pada pribadi Abu Dzar tidak terdapat perbedaan antara lahir dan batin. Ia satu dalam ucapan dan perbuatan. Satu dalam fikiran dan pendirian. Ia tidak pernah menyesali diri sendiri atau orang lain, namun ia pun tidak mau disesali orang lain. Kesetiaan pada kebenaran Allah dan Rasul-Nya terpadu erat degan keberaniannya dan ketinggian daya-juangnya. Dalam berjuang melaksanakan perintah Allah subhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya, Abu Dzar benar-benar serius, keras dan tulus. Namun demikian ia tidak meninggalkan prinsip sabar dan hati-hati.

     Pada suatu hari ia pernah ditanya oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassallam tentang tindakan apa kira-kira yang akan diambil olehnya jika di kemudian hari ia melihat ada para penguasa yang mengangkangi harta milik ummat. Dengan tandas Abu Dzar menjawab: "Demi Allah, yang mengutusmu membawa kebenaran, mereka akan kuhantam dengan pedangku!". Menanggapi sikap yang tandas dari Abu Dzar ini, Nabi Muhammad Saw sebagai pemimpin yang bijaksana memberi pengarahan yang tepat. Beliau berkata: "Kutunjukkan cara yang lebih baik dari itu. Sabarlah sampai engkau berjumpa dengan aku di hari kiamat kelak!" Rasulullah shalallahu alaihi wassallam mencegah Abu Dzar menghunus pedang. Ia dinasehati berjuang dengan senjata lisan.

     Sampai pada masa sepeninggal Rasulullah shalallahu alaihi wassallam, Abu Dzar tetap berpegang teguh pada nasehat beliau. Di masa Khalifah Abu Bakar gejala-gejala sosial ekonomi yang dicanangkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassallam belum muncul. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, berkat ketegasan dan keketatannya dalam bertindak mengawasi para pejabat pemerintahan dan kaum muslimin, penyakit berlomba mengejar kekayaan tidak sempat berkembang dikalangan masyarakat. Tetapi pada masa-masa terakhir pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, penyakit yang membahayakan kesentosaan umat itu bermunculan laksana cendawan dimusim hujan. Khalifah Utsman bin Affan sendiri tidak berdaya menanggulanginya. Nampaknya karena usia Khalifah Utsman. sudah lanjut, serta pemerintahannya didominasi sepenuhnya oleh para pembantunya sendiri yang terdiri dari golongan Bani Umayyah.

     Pada waktu itu tidak sedikit sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wassallam yang hidup serba kekurangan, hanya karena mereka jujur dan setia kepada ajaran Allah dan tauladan Rasul-Nya. Sampai ada salah seorang di antara mereka yang menggadai, hanya sekedar untuk dapat membeli beberapa potong roti. Padahal para penguasa dan orang-orang yang dekat dengan pemerintahan makin bertambah kaya dan hidup bermewah-mewah. Harta ghanimah dan Baitul Mal milik kaum muslimin banyak disalah-gunakan untuk kepentingan pribadi, keluarga dan golongan. Di tengah-tengah keadaan seperti itu, para sahabat Nabi Muhammad Saw dan kaum muslimin pada umumnya dapat diibaratkan seperti ayam mati kelaparan di dalam lumbung padi.

     Melihat gejala sosial dan ekonomi yang bertentangan dengan ajaran Islam, Abu Dzar Al-Ghifari sangat resah. Ia tidak dapat berpangku tangan membiarkan kebatilan merajalela. Ia tidak betah lagi diam di rumah, walaupun usia sudah menua. Dengan pedang terhunus ia berangkat menuju Damsyik. Di tengah jalan ia teringat kepada nasihat Rasulullah shalallahu alaihi wassallam,  jangan menghunus pedang. Berjuang sajalah dengan lisan! Bisikan suara seperti itu terngiang-ngiang terus di telinganya. Cepat-cepat pedang dikembalikan kesarungnya.

     Mulai saat itu Abu Dzar dengan senjata lidah berjuang memperingatkan para penguasa dan orang-orang yang sudah tenggelam dalam perebutan harta kekayaan. Ia berseru supaya mereka kembali kepada kebenaran Allah dan tauladan Rasul-Nya. Pada waktu Abu Dzar bermukim di Syam, ia selalu memperingatkan orang: "Barang siapa yang menimbun emas dan perak dan tidak menginfaqkannya di jalan Allah maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih pada hari kiamat".

     Di Syam Abu Dzar memperoleh banyak pendukung. Umumnya terdiri dari fakir miskin dan orang-orang yang hidup sengsara. Makin hari pengaruh kampanyenya makin meluas. Kampanye Abu Dzar ini merupakan suatu gerakan sosial yang menuntut ditegakkannya kembali prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan, sesuai dengan perintah Allah dan ajaran Rasul-Nya.

     Muawiyah bin Abi Sufyan, yang menjabat kedudukan sebagai penguasa daerah Syam, memandang kegiatan Abu Dzar sebagai bahaya yang dapat mengancam kedudukannya. Untuk membendung kegiatan Abu Dzar, Muawiyyah menempuh berbagai cara guna mengurangi pengaruh kampanyenya. Tindakan Muawiyyah itu tidak mengendorkan atau mengecilkan hati Abu Dzar. Ia tetap berkeliling kemana-mana, sambil berseru kepada setiap orang: "Aku sungguh heran melihat orang yang di rumahnya tidak mempunyai makanan, tetapi ia tidak mau keluar menghunus pedang!"

     Seruan Abu Dzar yang mengancam itu menyebabkan makin banyak lagi jumlah kaum muslimin yang menjadi pendukungnya. Bersama dengan itu para penguasa dan kaum hartawan yang telah memperkaya diri dengan cara yang tidak jujur, sangat cemas.
Keberanian Abu Dzar dalam berjuang tidak hanya dapat dibuktikan dengan pedang, tetapi lidahnya pun dipergunakan untuk membela kebenaran. Di mana-mana ia menyerukan ajaran-ajaran kemasyarakatan yang pernah didengarnya sendiri dari Rasulullah saw,"Semua manusia adalah sama hak dan sama derajat laksana gigi sisir…," "Tak ada manusia yang lebih afdhal selain yang lebih besar taqwanya…", "Penguasa adalah abdi masyarakat," dan lain sebagainya.

     Para penguasa Bani Umayyah dan orang-orang yang bergelimang dalam kehidupan mewah sangat kecut menyaksikan kegiatan Abu Dzar. Hati nuraninya mengakui kebenaran Abu Dzar, tetapi lidah dan tangan mereka bergerak diluar bisikan hati nurani. Abu Dzar dimusuhi dan kepadanya dilancarkan berbagai tuduhan. Tuduhan-tuduhan mereka itu tidak dihiraukan oleh Abu Dzar. Ia makin bertambah berani.
Pada suatu hari dengan sengaja ia menghadap Muawiyah, penguasa daerah Syam. Dengan tandas ia menanyakan tentang kekayaan dan rumah milik Muawiyyah yang ditinggalkan di Mekah sejak ia menjadi penguasa Syam. Kemudian dengan tanpa rasa takut sedikit pun ditanyakan pula asal-usul kekayaan Muawiyyah yang sekarang! Sambil menuding Abu Dzar berkata: "Bukankah kalian itu yang oleh Al-Quran disebut sebagai penumpuk emas dan perak, dan yang akan dibakar tubuh dan mukanya pada hari kiamat dengan api neraka?!". Betapa pengapnya Muawiyah mendengar kata-kata Abu Dzar yang terus terang itu! Muawiyah bin Abu Sufyan memang bukan orang biasa. Ia penguasa. Dengan kekuasaan ditangan ia dapat berbuat apa saja. Abu Dzar dianggap sangat berbahaya. Ia harus disingkirkan. Segera ditulis sepucuk surat kepada Khalifah Utsman di Madinah. Dalam surat itu Muawiyah melaporkan tentang Abu Dzar menghasut orang banyak di Syam. Disarankan supaya Khalifah mengambil salah satu tindakan. Berikan kekayaan atau kedudukan kepada Abu Dzar. Jika Abu Dzar menolak dan tetap hendak meneruskan kampanyenya, kucilkan saja di pembuangan.

     Khalifah Utsman melaksanakan surat Muawiyah itu. Abu Dzar dipanggil menghadap. Kepada Abu Dzar diajukan dua pilihan: kekayaan atau kedudukan. Menanggapi tawaran Khalifah itu, Abu Dzar dengan singkat dan jelas berkata: "Aku tidak membutuhkan duniamu!". Khalifah Utsman masih terus menghimbau Abu Dzar. Dikemukakannya: "Tinggal sajalah disampingku!". Sekali lagi Abu Dzar mengulangi kata-katanya: "Aku tidak membutuhkan duniamu!". Sebagai orang yang hidup zuhud dan taqwa, Abu Dzar berjuang semata-mata untuk menegakkan kebenaran dan keadilan yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Abu Dzar hanya menghendaki supaya kebenaran dan keadilan Allah ditegakkan, seperti yang dulu telah dilaksanakan oleh Rasulullah Saw, Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar.

    Memang justru itulah yang sangat sukar dilaksanakan oleh Khalifah Utsman, sebab ia harus memotong urat nadi para pembantu dan para penguasa bawahannya. Abu Dzar tidak bergeser sedikit pun dari pendiriannya. Akhirnya, atas desakan dan tekanan para pembantu dan para penguasa Bani Umayyah, Khalifah Utsman mengambil keputusan: Abu Dzar harus dikucilkan dalam pembuangan di Rabadzah. Tak boleh ada seorang pun mengajaknya berbicara dan tak boleh ada seorang pun yang mengucapkan selamat jalan atau mengantarkannya dalam perjalanan.

     Bagi Abu Dzar pembuangan bukan apa-apa. Sedikitpun ia tidak ragu, bahwa Allah Swt selalu bersama dia. Kapan saja dan dimana saja. Menanggapi keputusan Khalifah Utsman ia berkata: "Demi Allah, seandainya Utsman hendak menyalibku di kayu salib yang tinggi atau diatas bukit, aku akan taat, sabar dan berserah diri kepada Allah. Aku pandang hal itu lebih baik bagiku. Seandainya Utsman memerintahkan aku harus berjalan dari kutub ke kutub lain, aku akan taat, sabar dan berserah diri kepada Allah. Kupandang, hal itu lebih baik bagiku. Dan seandainya besok ia akan mengembalikan diriku ke rumah pun akan kutaati, aku akan sabar dan berserah diri kepada Allah. Kupandang hal itu lebih baik bagiku."

     Itulah Abu Dzar Ghifari, pejuang muslim tanpa pamrih duniawi, yang semata-mata berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, demi keridhaan Al Khalik. Ia seorang pahlawan yang dengan gigih dan setia mengikuti tauladan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassallam. Ia seorang zahid yang penuh taqwa kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak berpangku tangan membiarkan kebatilan melanda umat.
Peristiwa dibuangnya Abu Dzar Al Ghifari ke Rabadzah sangat mengejutkan kaum muslimin, khususnya para sahabat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassallam. Imam Ali sangat tertusuk perasaannya. Bersama segenap anggota keluarga ia menyatakan rasa sedih dan simpatinya yang mendalam kepada Abu Dzar.

Kisah di Buangnya Abu Dzar
     Abu Bakar Ahmad bin Abdul Aziz Al Jauhariy dalam bukunya As Saqifah, berdasarkan riwayat yang bersumber pada Ibnu Abbas, menuturkan antara lain tentang pelaksanaan keputusan Khalifah Utsman di atas: Khalifah Utsman  memerintahkan Marwan bin Al Hakam membawa Abu Dzar berangkat dan mengantarnya sampai ditengah perjalanan. Tak ada seorang pun dari penduduk yang berani mendekati Abu Dzar, kecuali Imam Ali, Aqil bin Abi Thalib dan dua orang putera Imam Ali, yaitu Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein. Beserta mereka ikut pula Ammar bin Yasir.

     Menjelang saat keberangkatannya, Sayyidina Hasan mengajak Abu Dzar bercakap-cakap. Mendengar itu Marwan bin Al-Hakam dengan bengis menegor: "Hai Hasan, apakah engkau tidak mengerti bahwa Amirul Mukminin melarang bercakap-cakap dengan orang ini? Kalau belum mengerti, ketahuilah sekarang!". Melihat sikap Marwan yang kasar itu, Imam Ali tak dapat menahan letupan emosinya. Sambil membentak ia mencambuk kepala unta yang dikendarai oleh Marwan: "Pergilah engkau dari sini! Allah akan menggiringmu ke neraka." Sudah tentu unta yang dicambuk kepalanya itu meronta-ronta kesakitan. Marwan sangat marah, tetapi ia tidak punya keberanian melawan Imam Ali. Cepat-cepat Marwan kembali menghadap Khalifah untuk mengadukan perbuatan Imam Ali. Khalifah Utsman meluap karena merasa perintahnya tidak dihiraukan oleh Imam Ali dan anggota-anggota keluarganya.

     Tindakan Imam Ali terhadap Marwan itu ternyata mendorong orang lain berani mendekati Abu Dzar guna mengucapkan selamat jalan. Diantara mereka itu terdapat seorang bernama Dzakwan maula Ummi Hani binti Abu Thalib. Dzakwan dikemudian hari Menceritakan pengalamannya sebagai berikut: Aku ingat benar apa yang dikatakan oleh mereka. Kepada Abu Dzar, Ali bin Abi Thalib mengatakan: "Hai Abu Dzar engkau marah demi karena Allah!. Orang-orang itu, yakni para penguasa Bani Umayyah, takut kepadamu, sebab mereka takut kehilangan dunianya. Oleh karena itu mereka mengusir dan membuangmu. Demi Allah, seandainya langit dan bumi tertutup rapat bagi hamba Allah, tetapi hamba itu kemudian penuh takwa kepada Allah, pasti ia akan dibukakan jalan keluar. Hai Abu Dzar, tidak ada yang menggembirakan hatimu selain kebenaran, dan tidak ada yang menjengkelkan hatimu selain kebatilan!"

     Atas dorongan Imam Ali, Aqil berkata kepada Abu Dzar: "Hai Abu Dzar, apa lagi yang hendak kukatakan kepadamu! Engkau tahu bahwa kami ini semua mencintaimu, dan kami pun tahu bahwa engkau sangat mencintai kami juga. Bertakwa sajalah sepenuhnya kepada Allah, sebab takwa berarti selamat. Dan bersabarlah, karena sabar sama dengan berbesar hati. Ketahuilah, tidak sabar sama artinya dengan takut, dan mengharapkan maaf dari orang lain sama artinya dengan putus asa. Oleh karena itu buanglah rasa takut dan putus asa".

     Kemudian Sayyidina Hasan berkata kepada Abu Dzar: "Jika seorang yang hendak mengucapkan selamat jalan diharuskan diam, dan orang yang mengantarkan saudara yang berpergian harus segera pulang, tentu percakapan akan menjadi sangat sedikit, sedangkan sesal dan iba akan terus berkepanjangan. Engkau menyaksikan sendiri, banyak orang sudah datang menjumpaimu. Buang sajalah ingatan tentang kepahitan dunia, dan ingat saja kenangan manisnya. Buanglah perasaan sedih mengingat kesukaran dimasa silam, dan gantikan saja dengan harapan masa mendatang. Sabarkan hati sampai kelak berjumpa dengan Nabi-mu, dan beliau itu benar-benar ridha kepadamu".

     Kemudian kini berkatalah Sayyidina Husein: "Hai paman, sesungguhnya Allah Swt berkuasa mengubah semua yang paman alami. Tidak ada sesuatu yang lepas dari pengawasan dan kekuasaan-Nya. Mereka berusaha agar paman tidak mengganggu dunia mereka. Betapa butuhnya mereka itu kepada sesuatu yang hendak paman cegah! Berlindunglah kepada Allah Swt dari keserakahan dan kecemasan. Sabar merupakan bagian dari ajaran agama dan sama artinya dengan sifat pemurah. Keserakahan tidak akan mempercepat datangnya rizki dan kebatilan tidak akan menunda datangnya ajal!".

     Dengan nada marah Ammar bin Yasir menyambung: "Allah tidak akan membuat senang orang yang telah membuatmu sedih, dan tidak akan menyelamatkan orang yang menakut-nakutimu. Seandainya engkau puas melihat perbuatan mereka, tentu mereka akan menyukaimu. Yang mencegah orang supaya tidak mengatakan seperti yang kau katakan, hanyalah orang-orang yang merasa puas dengan dunia. Orang-orang seperti itu takut menghadapi maut dan condong kepada kelompok yang berkuasa. Kekuasaan hanyalah ada pada orang-orang yang menang. Oleh karena itu banyak orang "menghadiahkan" agamanya masing-masing kepada mereka, dan sebagai imbalan, mereka memberi kesenangan duniawi kepada orang-orang itu. Dengan berbuat seperti itu, sebenarnya mereka menderita kerugian dunia dan akhirat. Bukankah itu suatu kerugian yang senyata-nyatanya?!".

     Sambil berlinangan air mata Abu Dzar berkata: "Semoga Allah merahmati kalian, wahai Ahlu Baitur Rahman! Bila melihat kalian aku teringat kepada Rasulullah shalallahu alaihi wassallam. Suka-dukaku di Madinah selalu bersama kalian. Di Hijaz aku merasa berat karena Utsman, dan di Syam aku merasa berat karena Muawiyah. Mereka tidak suka melihatku berada di tengah-tengah saudara-saudaraku di kedua tempat itu. Mereka memburuk-burukkan diriku, lalu aku diusir dan dibuang ke satu daerah, di mana aku tidak akan mempunyai penolong dan pelindung selain Allah subhanahu wa ta'ala. Demi Allah, aku tidak menginginkan teman selain Allah subhanahu wa ta'ala dan bersama-Nya aku tidak takut menghadapi kesulitan".

     Tutur Dzakwan lebih lanjut. Setelah semua orang yang mengantarkan pulang, Imam Ali segera datang menghadap Khalifah Utsman bin Affan. Kepada Imam Ali, Khalifah bertanya dengan hati gusar: "Mengapa engkau berani mengusir pulang petugasku --yakni Marwan-- dan meremehkan perintahku?".
"Tentang petugasmu," jawab Imam Ali dengan tenang "ia mencoba menghalang-halangi niatku. Oleh karena itu ia kubalas. Adapun tentang perintahmu, aku tidak meremehhannya."
"Apakah engkau tidak mendengar perintahku yang melarang orang bercakap-cakap dengan Abu Dzar?" ujar Khalifah dengan marah.
"Apakah setiap engkau mengeluarkan larangan yang bersifat kedurhakaan harus kuturut?" tanggap Imam Ali terhadap kata-kata Khalifah tadi dalam bentuk pertanyaan.
"Kendalikan dirimu terhadap Marwan!" ujar Khalifah memperingatkan Imam Ali.
"Mengapa?" tanya Imam Ali.
"Engkau telah memaki dia dan mencambuk unta yang dikendarainya" jawab Khalifah.
"Mengenai untanya yang kucambuk," Imam Ali menjelaskan sebagai tanggapan atas keterangan Khalifah Utsman, "bolehlah ia membalas mencambuk untaku. Tetapi kalau dia sampai memaki diriku, tiap satu kali dia memaki, engkau sendiri akan kumaki dengan makian yang sama. Sungguh aku tidak berkata bohong kepadamu!"
"Mengapa dia tidak boleh memakimu?" tanya Khalifah Utsman dengan mencemooh. "Apakah engkau lebih baik dari dia?!"
"Demi Allah, bahkan aku lebih baik daripada engkau!" sahut Imam Ali dengan tandas. Habis mengucapkan kata-kata itu Imam Ali cepat-cepat keluar meninggalkan tempat.

     Beberapa waktu setelah terjadi insiden itu, Khalifah Utsman memanggil tokoh-tokoh kaum Muhajirin dan Anshar termasuk tokoh-tokoh Bani Umayyah. Di hadapan mereka itu ia menyatakan keluhannya terhadap sikap Imam Ali. Menanggapi keluhan Khalifah Utsman bin Affan, para pemuka yang beliau ajak berbicara menasehatkan: "Anda adalah pemimpin dia. Jika anda mengajak berdamai, itu lebih baik."
"Aku memang menghendaki itu," jawab Khalifah Utsman. Sesudah ini beberapa orang dari pemuka muslimin itu mengambil prakarsa untuk menghapuskan ketegangan antara Imam Ali dan Khalifah Utsman. Mereka menghubungi Imam Ali di rumahnya. Kepada Imam Ali mereka bertanya: "Bagaimana kalau anda datang kepada Khalifah dan Marwan untuk meminta maaf?"
"Tidak," jawab Imam Ali dengan cepat. "Aku tidak akan datang kepada Marwan dan tidak akan meminta maaf kepadanya. Aku hanya mau minta maaf kepada Utsman dan aku mau datang kepadanya."

     Tak lama kemudian datanglah panggilan dari Khalifah Utsman. Imam Ali datang bersama beberapa orang Bani Hasyim. Sehabis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, Imam Ali berkata: "Yang kauketahui tentang percakapanku dengan Abu Dzar, waktu aku mengantar keberangkatannya, demi Allah, tidak bermaksud mempersulit atau menentang keputusanmu. Yang kumaksud semata-mata hanyalah memenuhi hak Abu Dzar. Ketika itu Marwan menghalang-halangi dan hendak mencegah supaya aku tidak dapat memenuhi hak yang telah diberikan Allah 'Azza wa Jalla kepada Abu Dzar. Karena itu aku terpaksa menghalang-halangi Marwan, sama seperti dia menghalang-halangi maksudku. Adapun tentang ucapanku kepadamu, itu dikarenakan engkau sangat menjengkelkan aku, sehingga keluarlah marahku, yang sebenarnya aku sendiri tidak menyukainya."

     Sebagai tanggapan atas keterangan Imam Ali tersebut, Khalifah Utsman berkata dengan nada lemah lembut,"Apa yang telah kau ucapkan kepadaku, sudah kuikhlaskan. Dan apa yang telah kaulakukan terhadap Marwan, Allah sudah memaafkan perbuatanmu. Adapun mengenai apa yang tadi engkau sampai bersumpah, jelas bahwa engkau memang bersungguh-sungguh dan tidak berdusta. Oleh karena itu ulurkanlah tanganmu!" Imam Ali segera mengulurkan tangan, kemudian ditarik oleh Khalifah Utsman dan dilekatkan pada dadanya.

Keteguhan Hati Abu Dzar dalam Pembuangan
Bagaimana keadaan Abu Dzar Al Ghifari di tempat pembuangannya? Ia mati kelaparan bersama isteri dan anak-anaknya. Ia wafat dalam keadaan sangat menyedihkan, sehingga batu pun bisa turut menangis sedih!

     Menurut riwayat tentang penderitaannya dan kesengsaraannya di tempat pembuangan, dituturkan sebagai berikut:
Setelah ditinggal mati oleh anak-anaknya, ia bersama isteri hidup sangat sengsara. Berhari-hari sebelum akhir hayatnya, ia bersama isteri tidak menemukan makanan sama sekali. Ia mengajak isterinya pergi kesebuah bukit pasir untuk mencari tetumbuhan. Keberangkatan mereka berdua diiringi tiupan angin kencang menderu-deru. Setibanya di tempat tujuan mereka tidak menemukan apa pun juga. Abu Dzar sangat pilu. Ia menyeka cucuran keringat, padahal udara sangat dingin. Ketika isterinya melihat kepadanya, mata Abu Dzar kelihatan sudah membalik. Isterinya menangis, kemudian ditanya oleh Abu Dzar: "Mengapa engkau menangis?". "Bagaimana aku tidak menangis," jawab isterinya yang setia itu, "kalau menyaksikan engkau mati di tengah padang pasir seluas ini? Sedangkan aku tidak mempunyai baju yang cukup untuk dijadikan kain kafan bagimu dan bagiku! Bagaimana pun juga akulah yang akan mengurus pemakamanmu!''.

     Betapa hancurnya hati Abu Dzar melihat keadaan isterinya. Dengan perasaan amat sedih ia berkata: "Cobalah lihat ke jalan di gurun pasir itu, barangkali ada seorang dari kaum muslimin yang lewat!". "Bagaimana mungkin?" jawab isterinya. "Rombongan haji sudah lewat dan jalan itu sekarang sudah lenyap!". "Pergilah kesana, nanti engkau akan melihat," kata Abu Dzar menirukan beberapa perkataan yang dahulu pernah diucapkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassallam, "Jika engkau melihat ada orang lewat, berarti Allah telah menenteramkan hatimu dari perasaan tersiksa. Tetapi jika engkau tidak melihat seorang pun, tutup sajalah mukaku dengan baju dan letakkan aku di tengah jalan. Bila kaulihat ada seorang lewat, katakan kepadanya: Inilah Abu Dzar, sahabat Rasulullah. Ia sudah hampir menemui ajal untuk menghadap Allah, Rabb-nya. Bantulah aku mengurusnya!"

     Dengan tergopoh-gopoh isterinya berangkat sekali lagi ke bukit pasir. Setelah melihat kesana-kemari dan tidak menemukan apa pun juga, ia kembali menjenguk suaminya. Di saat ia sedang mengarahkan pandangan mata ke ufuk timur nan jauh di sana, tiba-tiba melihat bayang-bayang kafilah lewat, tampak benda-benda muatan bergerak-gerak di punggung unta. Cepat-cepat isteri Abu Dzar melambai-lambaikan baju memberi tanda. Dari kejauhan rombongan kafilah itu melihat, lalu menuju ke arah isteri Abu Dzar berdiri. Akhirnya mereka tiba di dekatnya, kemudian bertanya: "Hai wanita hamba Allah, mengapa engkau di sini?". "Apakah kalian orang muslimin?" isteri Abu Dzar balik bertanya. "Bisakah kalian menolong kami dengan kain kafan?".

     "Siapa dia?" mereka bertanya sambil menoleh kepada Abu Dzar. "Abu Dzar Al-Ghifari!" jawab wanita tua itu. Mereka saling bertanya diantara sesama teman. Pada mulanya mereka tidak percaya, bahwa seorang sahabat Nabi yang mulia itu mati di gurun sahara seorang diri. "Sahabat Rasulullah?" tanya mereka untuk memperoleh kepastian. "Ya, benar!" sahut isteri Abu Dzar. Dengan serentak mereka berkata: "Ya Allah...! Dengan ini Allah memberi kehormatan kepada kita!". Mereka meletakkan cambuk untanya masing-masing, lalu segera menghampiri Abu Dzar. Orangtua yang sudah dalam keadaan payah itu menatapkan pendangannya yang kabur kepada orang-orang yang mengerumuninya. Dengan suara lirih ia berkata,"Demi Allah…, aku tidak berdusta…, seandainya aku mempunyai baju bakal kain kafan untuk membungkus jenazahku dan jenazah isteriku, aku tidak akan minta dibungkus selain dengan bajuku sendiri atau baju isteriku.....Aku minta kepada kalian, jangan ada seorang pun dari kalian yang memberi kain kafan kepadaku, jika ia seorang penguasa atau pegawai".

     Mendengar pesan Abu Dzar itu mereka kebingungan dan saling pandang-memandang. Di antara mereka ternyata ada seorang muslim dari kaum Anshar. Ia menjawab: "Hai paman, akulah yang akan membungkus jenazahmu dengan bajuku sendiri yang kubeli dengan uang hasil jerih-payahku. Aku mempunyai dua lembar kain yang telah ditenun oleh ibuku sendiri untuk kupergunakan sebagai pakaian ihram…". "Engkaukah yang akan membungkus jenazahku? Kainmu itu sungguh suci dan halal….!" Sahut Abu Dzar. Sambil mengucapkan kata-kata itu Abu Dzar kelihatan lega dan tentram. Tak lama kemudian ia memejamkan mata, lalu secara perlahan-lahan menghembuskan nafas terakhir dalam keadaan tenang berserah diri kehadirat Allah Swt Awan di langit berarak-arak tebal teriring tiupan angin gurun sahara yang amat kencang menghempaskan pasir dan debu ke semua penjuru. Saat itu Rabadzah seolah-olah berubah menjadi samudera luas yang sedang dilanda taufan.

     Selesai dimakamkan, orang dari Anshar itu berdiri di atas kuburan Abu Dzar sambil berdoa: "Ya Allah, inilah Abu Dzar sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wassallam, hamba-Mu yang selalu bersembah sujud kepada-Mu, berjuang demi keagungan-Mu melawan kaum musyrikin, tidak pernah merusak atau mengubah agama-Mu. Ia melihat kemungkaran lalu berusaha memperbaiki keadaan dengan lidah dan hatinya, sampai akhirnya ia dibuang, disengsarakan dan di hinakan sekarang ia mati dalam keadaan terpencil. Ya Allah, hancurkanlah orang yang menyengsarakan dan yang membuangnya jauh dari tempat kediamannya dan dari tempat suci Rasulullah!". Mereka mengangkat tangan bersama-sama sambil mengucapkan "Aamiin" dengan khusyu'.

Orang mulia yang bernama Abu Dzar Al-Ghifari telah wafat, semasa hidupnya ia pernah berkata: "Kebenaran tidak meninggalkan pembela bagiku..."


Telah benar janji Allah melalui Rasul-Nya:
“Wahai Abu Dzar, engkau adalah seorang yang shaleh, sungguh engkau akan ditimpa berbagai mala petaka sepeninggalanku”.
Maka Abu Dzar pun bertanya : Apakah musibah itu sebagai ujian di jalan Allah ?”,
Rasulullahpun menjawab : “Ya, di jalan Allah”.
Dengan penuh semangat Abu Dzar pun menyatakan : “Selamat datang wahai mala petaka yang Allah taqdirkan”.
(HR. Abu Nu’aim Al Asfahani dalam kitab Al Hilyah jilid 1 hal. 162.)

Disamping berbagai wasiat Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam terhadap Abu Dzar, dirwayatkan pula pujian dari Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam kepada Abu Dzar sebagai berikut ini :

“Tidak ada makhluq yang berbicara di kolong langit yang biru dan yang dipikul oleh bumi, yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar”.
(HR. Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya jilid 3 hal 161, juga diriwayatkan oleh At Tirmidzi dalam Sunannya, hadits ke 3801 dari Abdullah bin Amer radhiyallahu ‘anhuma).

Di sarikan dari berbagai sumber

KISAH ANAK KERBAU DAN INDUKNYA diperkampungan ISLAM


KISAH ANAK KERBAU DAN INDUKNYA diperkampungan ISLAM 

Diwaktu ba’da Magrhib, terlihat dari kejauhan hamparan sawah dan seekor anak kerbau beserta induknya berjalan perlahan menuju kandangnya....

Berselang beberapa menit, kemudian suara Adzan mengumandang syahdu dari Masjid kecil di pelosok persawahan hingga, mengagetkan si anak kerbau, seraya terperanjat dan mendekati induknya :

Anak kerbau : "Bu, suara apa itu, merdu sekali terdengar di langit???"
Ibu Kerbau : "ooo... itu suara adzan nak..."
Anak Kerbau : "Adzan itu apa bu???"
Ibu Kerbau : "Adzan adalah suara yg dikumandangkan sebagai tanda waktu untuk melaksanakan shalat atau menundukkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah tiba"

Mendengar penjelasan induknya, sang anak kerbau manggut-manggut kepalanya seakan paham tentang adzan...

maka sampailah mereka ke kandangnya..
.
kemudian sang anak kerbau kembali dikejutkan dan merasa ketakutan setelah melihat sekumpulan muslimin memakai baju muslim dan kopiah berbondong-bondong ke masjid …

Anak Kerbau : "Ibu... bahaya bu,,, ada segerombolan makhluk yg akan menghampiri kita."

Ibu Kerbau : "jangan takut anakku... mereka semua hendak pergi ke Masjid untuk melaksanakan sholat."

Anak Kerbau : "Sholat itu apa bu???"

Ibu Kerbau : "Sholat adalah perintah Allah yang wajib dilaksanakan! sebagai rasa syukur kepada-Nya."

Sang anak kerbau kembali manggut-manggut kepalanya tanda mengerti tapi yang namanya masih kecil, ia kembali bertanya :

Anak Kerbau : "Ibu, Allah itu siapa?"

Ibu Kerbau : "Dialah yang menciptakan seluruh makhluk, mengatur alam semesta, langit dan bumi, serta Dialah yang memberikan rizqi kepada kita dan semua ciptaanNya."

Anak Kerbau : "wah... baik sekali Allah itu yah bu...”

sesaat kemudian terdengar lantunan iqamat yg juga mengagetkan si anak kerbau ,,
anak kerbau : “ ibu, suara apa itu bu, kok suaranya mirip dengan suara Adzan bu, tapi sedikit berbeda ???”
Ibu kerbau : “itu suara iqamat nak, itu tandanya sholat berjemaah akan segera dilaksanakan oleh mereka yang sangat mencintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan takut kepada-Nya”

anak kerbau : “ kalo gitu, ayook bu, kita ke Masjid sholat seperti mereka, soalnya kitakan sangat mencintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan sangat takut kepadaNya bu."

Ibu Kerbau : "hahaha anakku... anakku... (seraya terseyum), sholat itu wajib hanya untuk manusia... bukan untuk kerbau."

Anak Kerbau : "ooo gitu yah bu....

sesaat kemudian anak kerbau melihat ada anak bujang sedang asik2 nongkrong dipinggir jalan, dan bapak-bapak tengah main gaplek diwarung yg tak jauh dari kandang kerbau tersebut….

Anak kerbau : “bu lihatlah mereka yg nongkrong sama main gaplek bu! Mereka kok gak sholat bu?? Memangnya mereka kerbau juga ya bu sama seperti kita ??? tapi kok bentuknya beda ya bu ??”

Ibu Kerbau : “hati-hati anak ku, jangan tertipu sama luarnya mereka, mereka luarnya boleh manusia, tapi dalamnya ???? mungkin mereka itu sama seperti kita anakku (sama sama kerbau)”.

anak kerbau : “wah berarti kita saudara dong bu sama mereka, berarti kita boleh donk ya bu ikut nongkorng, sama ikut maen gaplek sama mereka ???”

Ibu kerbau : “wah ternyata anak ibu udah pintar sekarang ya, memang betul kita sodara sama mereka anakku, tapi kita tetap tidak boleh nongkrong apalagi maen gaplek sama mereka, soalnya mereka itu tidak pernah mau menyadari dan mengakui kalo mereka itu juga termasuk golongan kerbau seperti kita”

kesimpulan________:
kita harus hati hati untuk memiliki jodoh dan sahabat, karna jangan jangan jodoh atau sahabat dekat kita tersebut adalah sejenis kerbau yg berwujud manusia.

luarnya manusia tapi dalamnya mungkin sama seperti kerbau, itulah kira kira sebutan yg pantas untuk orang orang yang tidak sholat…
semoga kita bisa terlindung dari sebutan tersebut aamiin...

kisah dua orang pengembara dan beruang besar

kisah dua orang pengembara dan beruang besar

Dua orang berjalan mengembara bersama-sama melalui sebuah hutan yang lebat. Saat itu tiba-tiba seekor beruang yang sangat besar keluar dari semak-semak di dekat mereka.
Salah satu pengembara, hanya memikirkan keselamatannya dan tidak menghiraukan temannya, memanjat ke sebuah pohon yang berada dekat dengannya.
Pengembara yang lain, merasa tidak dapat me

lawan beruang yang sangat besar itu sendirian, melemparkan dirinya ke tanah dan berbaring diam-diam, seolah-olah dia telah meninggal. Dia sering mendengar bahwa beruang tidak akan menyentuh hewan atau orang yang telah meninggal.
Temannya yang berada di pohon tidak berbuat apa-apa untuk menolong temannya yang berbaring. Entah hal ini benar atau tidak, beruang itu sejenak mengendus-endus di dekat kepalanya, dan kelihatannya puas bahwa korbannya telah meninggal, beruang tersebutpun berjalan pergi.

Pengembara yang berada di atas pohon kemudian turun dari persembunyiannya.

"Kelihatannya seolah-olah beruang itu membisikkan sesuatu di telingamu," katanya. "Apa yang di katakan oleh beruang itu"

"Beruang itu berkata," kata pengembara yang berbaring tadi, "Tidak bijaksana berjalan bersama-sama dan berteman dengan seseorang yang membiarkan dan tidak menghiraukan temannya yang berada dalam bahaya."

kesimpulan dari kisah diatas :
Kemalangan dapat menguji hubungan dari sebuah persahabatan.

Dan kemalangan kita mampu memberitahu kita, siapa sebenarnya orang-orang disekitar kita..

kisah tentang Pemburu dan Peternak



Pemburu dan peternak itu bertetangga.
Namun anjing milik pemburu selalu mengganggu domba-domba si peternak, bahkan sering mencederai ternaknya.
Si peternak sudah habis kesabarannya.

Akan tetapi, alih-alih membalas sikap si pemburu yang tak peduli dengan perbuatan buruk pula, si peternak malah membalasnya dengan menghadiahi anak-anak si pemburu dengan anak-anak domba.
Tentu saja keluarga si pemburu menerima hadiah itu dengan penuh sukacita.

Tak lama, putra dan putri mereka mulai asyik bermain dengan domba-dombanya.
Untuk menjaga mainan baru anak-anaknya, si pemburu dengan sukarela mengurung anjing-anjing pemburunya.

Sejak saat itu, domba-domba si peternak aman.

Kemudian, untuk menunjukkan rasa terima kasihnya atas sikap dermawan si peternak, pemburu itu sering membagi hasil buruannya kepada keluarga peternak.

Si peternak membalasnya dengan mengirimkan keju dan susu kepada tetangganya itu.
Dalam waktu singkat, pemburu dan peternak sudah menjadi teman baik.
Tak perlu emosi saat kita diperlakukan buruk. Ada kekuatan luar biasa dari kasih sayang yang kita berikan, yang mampu meluluhkan perbuatan buruk

Minggu, 02 September 2012

KISAH SINGKAT KULAFAUR RASYIDIN

Abu Bakar Ash-Shiddiq

Nama lengkapnya Abdullah bin Dustman bin Air bin Ka’ab At-Taimi Al-Qurasyi. Sebelum masuk Islam ia bernama Abdul Ka’bah, lalu Rasulullah menamainya Abdullah. Ia digelari Ash-Shiddiq (yang membenarkan), biasa di panggil Abu Bakar. Selain itu, ia juga digelari Al-Atiq’ (yang dibebaskan).
Ia lahir di Makkah dua tahun beberapa bulan setelah kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ia berkulit putih, kurus, matanya cekung, badangnya bungkuk, rambutnya lebat, dan suka menyemir rambutnya dengan bahan pewarna al-hinna dan katam.
Seorang laki-laki tua dari suku Al-Azd, Yaman, pernah menyampaikan kepada Abu Bakar berita tentang dekatnya waktu akan diutusnya Nabi akhir zaman. Ia adalah orang pertama yang menolong dan membenarkannya. Berita yang sama pernah disampaikan oleh Waraqah ibn Naufal kepadanya.
Abu Bakar adalah laki-laki pertama yang beriman kepada Rasulullah. Tentang keislamannya, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, “Tidak kuajak seorangpun masuk islam melainkan ia ragu dan bimbang, kecuali Abu Bakar, ia tidak ragu dan bimbang ketika kusampaikan kepadanya”. (HR. Ibnu Ishaq).
Abu Bakar adalah salah satu di antara sepuluh sahabat yang memperoleh jaminan masuk syurga. Ia pernah memerdekakan tujuh orang budak dan mereka semua pernah di siksa karena memperjuangkan Islam. Mereka adalah Bilal, Amir ibn Fuhairah, Zunairah, Nahdiyah dan putrinya, Jariyah binti Mu’ammil dan Ummu Ubays.
Suatu hari, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya kepada para sahabat, “Siapa diantara kalian yang berpuasa pada hari ini?” “Saya”, jawab Abu Bakar. “Siapa di antara kalian yang mengiringi jenazah pada hari ini?” tanya Beliau. “Saya”, jawab Abu Bakar. “Siapa di antara kalian yang memberi makan fakir miskin pada hari ini?” tanya Beliau. “Saya”, jawab Abu Bakar. “Siapa di antara kalian yang menjenguk orang sakit pada hari ini?” tanya Beliau. “Saya”, jawab Abu Bakar. Rasulullah lalu Bersabda, “Tidak terangkum semua hal tersebut pada diri seseorang, melainkan ia akan masuk Syurga.” (HR. Muslim).
Dari hadits di atas, dapat di ambil pelajaran bahw0a orang yang dijamin masuk syurga adalah :
  1. Orang yang dalam hidupnya selalu menjalankan puasa sunnah yang diteladankan oleh Rasulullah SAW selain puasa wajib.
  2. Orang yang ketika mendengar atau melihat saudara seimannya dalam keadaan sakit, ia segera menjenguk dan mendo’akannya agar diberi kesembuhan.
  3. Orang yang ketika mendengar atau melihat saudara seimannya meninggal segera merawat jenazah tersebut mulai dari memandikan, menshalatkan dan mengantarkan ke tempat kubur.
  4. Orang yang selalu menafkahkan sebagian hartanya untuk fakir dan miskin.
Abu Bakar digelari Ash-Shiddiq karena ia membenarkan peristiwa Isra’. Tentang Abu Bakar, Nabi pernah mengatakan, “Sesungguhnya tidak ada seorangpun di antara manusia yang sanggup berkorban dengan diri dan hartanya karena aku selain dari Abu Bakar ibn Abi Quhafah. Sekiranya aku ingin mengambil seorang kekasih, aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku. Akan tetapi persaudaraan Islam lebih utama. Hendaklah kalian menutup semua pintu yang ada di masjid ini kecuali pintu Abu Bakar.” (HR. Bukhari).
Rasulullah mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah bin Zuhair. Ia pernah mengatakan, “Seandainya satu kaki saya berada di dalam surga dan yang satunya lagi berada di luarnya, berarti aku belum aman dan tipu daya terhadap Allah.”
Ayat berikut diturunkan berkaitan dengan Abu Bakar. Allah berfirman, “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka.” (Al-Lail : 17).
Ia adalah teman setia Rasulullah dalam perjalanan hijrah dan yang menemani Beliau ketika berada di Gua Tsur. Abu Bakarlah yang di maksud dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut, “Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua”. (At-Taubah: 40).
Ia tidak pernah absen mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah. Abu Bakar adalah amir yang pertama kali haji dalam Islam dan orang yang pertama menjadi imam shalat pasca wafatnya Nabi.
Setelah Nabi wafat, kaum muslimin mengalami kegoncangan. Abu Bakar dengan tegas mengatakan, “Barangsiapa di antara kalian yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati. Dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup, tidak mati.” Allah telah meneguhkan hati kaum muslimin berkat pernyataan ini.
Pada tahun 11 H, kaum muslimin memilihnya menjadi pengganti (khalifah) pertama Rasulullah. Pidato politik pertamanya setelah di angkat menjadi khalifah berbunyi, “Aku di angkat menjadi pemimpin kalian, bukan berarti aku orang yang terbaik dari kalian. Kalau aku memimpin dengan baik, maka bantulah aku. Jika aku salah, maka hendaklah kalian meluruskanku. Kejujuran adalah amanat dan kebohongan adalah khianat. Orang lemah di antara kalian adalah orang kuat menurut pandanganku sampai aku menunaikan apa yang menjadi haknya. Orang kuat di antara kalian adalah orang lemah menurut pandanganku hingga aku mengambil hak darinya.”
Tatkala Abu Bakar meninggal, Ali bin Abi Thalib berujar, “Semoga Allah mengasihimu, wahai Abu Bakar. Anda adalah teman akrab Rasulullah, dan sahabatnya yang diajak bermusyawarah. Anda adalah laki-laki pertama yang masuk islam, orang yang paling tulus imannya, orang yang paling baik yang menemani Rasulullah, yang paling banyak kebaikannya, yang paling mulia di masa lalu, yang paling mulia kedudukannya, yang paling tinggi derajatnya, dan yang paling mirip dengan Rasul dalam hal petunjuk dan jalannya. Allah menamaimu dalam kitab-Nya dengan nama Shiddiq (yang membenarkan). Allah berfirman, “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Az-Zumar : 33). Orang yang membenarkan ialah Muhammad dan yang membenarkan ialah Abu Bakar. Anda adalah orang yang paling dermawan di kala orang lain bersifat kikir. Anda telah menemani Nabi menghadapi berbagai kesulitan di kala orang lain berdiam diri. Anda telah menemani Nabi dengan setia di masa-masa kritis dan menggantikan Beliau (Khalifah) dengan baik dan menjalankan khilafah dengan baik.”

Umar bin Al-Khatab

Nama lengkapnya Umar bin Al-Khathab bin Nufail bin Abdul Uzza Al-Quraisy, biasa di panggil Abu Hafs dan digelari Al-Faruq (pemisah antara yang hak dan yang batil). Ia adalah sosok yang terkenal cerdas dan paling keras wataknya di kalangan pemuda Quraisy. Ia pandai membaca dan menulis. Pada masa Jahiliyah, ia selalu menjadi utusan, menjadi duta besar, dan menjadi kebangaan kaum Quraisy.
Sebelum masuk Islam, ia adalah orang yang sangat memusuhi orang-orang Islam, sampai-sampai ada orang yang pernah berujar, “Seandainya keledai milik Umar masuk Islam, maka Ibnul Al-Khathab sekali-kali tidak akan masuk Islam.”
Umar masuk Islam pada tahun ke enam pasca kenabian. Ia berada di urutan ke-40 dari orang-orang yang mula-mula masuk Islam. Tatkala ia mengetahui kabar tentang Fatimah–Saudara perempuannya – masuk Islam, ia langsung menemuinya. Di rumah Fatimah, ia menjumpai Khabbab bin Art dan Sa’id–suami Fatimah–sedang mengajari Fatimah membaca Al-Qur’an, maka Umar pun langsung memukul Fatimah. Fatimah menolak memberikan mushaf kepada Umar kecuali ia bersuci terlebih dahulu. Umar pun langsung mandi dan membaca mushaf tersebut. Yang pertama kali dibacanya adalah awal surat Thaha. Allah melapangkan hati Umar dengan bacaan tersebut, lalu ia langsung pergi ke Darul Arqam dan mengikrarkan diri masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW.
KeIslaman Umar merupakan bukti dari kecintaan Allah dan pemuliaan-Nya terhadap Umar, di mana Allah mengabulkan do’a Rasul-Nya, “Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari kedua orang yang paling Engkau cintai, dengan Abu Jahal atau Umar bin Al-Khathab.” (HR. At-Tirmidzi).
Tentang Umar, Nabi SAW mengatakan, “Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar.” (HR. At-Tirmidzi).
Nabi juga mengatakan, “Sesungguhnya pada umat-umat sebelum kalian ada orang-orang tertentu yang menjadi juru bicara (muhaddits), dan jika hal itu ada pada umatku, niscaya ia adalah Umar bin Al-Khathab.” (HR. Al-Bukhari).
Nabi pernah mengatakan kepada Umar, “Demi jiwaku yang berada di genggaman-Nya, sesungguhnya syetan sama sekali tidak akan membiarkanmu berjalan di suatu jalan, melainkan dia akan berjalan di jalan selain jalan yang kamu lewati.” (HR. Bukhari).
Pendapat-pendapat Umar berjalan sejalan dengan kehendak Al-Qur’an dalam lima masalah, yaitu:
  1. Ia pernah mengusulkan untuk membunuh tawanan perang Badar dan tidak menerima tebusan dari mereka, lalu turun ayat Al-Qur’an yang menguatkan pendapatnya.
  2. Ia pernah menyampaikan agar isteri-isteri nabi memakai hijab (tabir), lalu turun ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengannya.
  3. Ia pernah menyampaikan kepada Nabi agar Beliau tidak menshalati jenazah orang-orang munafik, lalu turun ayat Al-Qur’an yang melarang Nabi untuk menshalati jenazah mereka.
  4. Ia berpendapat untuk menjadi maqam Ibrahim sebagai tempat shalat, lalu turun ayat Al-Qur’an yang menyuruh kaum muslimin untuk shalat di tempat tersebut.
  5. Ketika isteri-isteri Nabi berkumpul karena cemburu terhadap sikap Nabi, ia mengatakan kepada mereka, “Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya isteri-isteri yang lebih baik dari kalian. Setelah itu, turunlah surat At-Tahrim yang di dalamnya terdapat ayat-ayat yang menegaskan hal tersebut.
Ia tidak pernah absen mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah SAW. Suatu hari, ia bersama beliau di puncak gunung Uhud. Bersama mereka Abu Bakar dan Utsman. Tiba-tiba gunung Uhud berguncang, lalu Nabi berkata, “Tenanglah gunung Uhud, di atasmu ada Nabi, Shiddiq (Abu Bakar), dan dua orang saksi (maksudnya Umar dan Utsman). (HR. Al-Bukhari).
Meski Umar orang yang berkarakter keras, tapi kalau mendengar bacaan Al-Qur’an, ia sering jatuh pingsan karena saking takutnya. Ia langsung jatuh pingsan ketika mendengar firman Allah, “Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.” (Az-Zumar: 47). Pada kesempatan lain, ia juga jatuh pingsan ketika mendengar firman Allah, “Pada hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.” (Al-Muthaffifin: 6).
Umar adalah sosok pemimpin yang mengasihi rakyatnya, dan terkenal tegas kepada para pembantunya. Untuk hal ini, ia menyusun sebuah undang-undang Min Aina Laka Hadza? (Dari mana kamu peroleh harta ini?).
Umar pernah mengatakan, “Aku telah berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku tidak akan memakan samin dan daging hingga seluruh kaum muslimin kenyang memakan keduanya.”
Ia juga pernah mengatakan “Dosa lebih ditakuti seorang prajurit ketimbang musuh.” Pada kesempatan lain, ia mengatakan, “Hisablah dirimu sebelum kamu sekalian di hisab dan timbanglah dirimu sebelum kamu sekalian di timbang. Sebab, besok hisab akan lebih ringan bagi kamu kalau hari ini kamu menghisap dirimu. Dan bersiap-siaplah kamu sekalian menghadapi hari paling agung, di mana pada hari itu kamu dihadapkan kepada Tuhanmu, tiada satupun dari keadaanmu yang tersembunyi bagi Allah.”
Selain hal-hal di atas yang pernah di lakukan oleh Umar, ada beberapa masalah lain yang pernah di gagas dan laksanakannya sebagai seorang khalifah, yaitu :
  1. Orang pertama yang menetapkan tahun hijriah sebagai kalender Islam dan orang pertama yang dijuluki sebagai amirul mukminin (pemimpin orang-orang yang beriman).
  2. Orang pertama yang mengumpulkan orang-orang dalam shalat tarawih, menyinari masjid-masjid di malam bulan Ramadhan, mengumpulkan orang-orang untuk shalat jenazah dengan empat takbir, menghentikan pemberian zakat kepada orang-orang yang baru masuk Islam (al-mu’alafah qulubuhum) berdasarkan hasil ijtihadnya bahwa kausa hukumnya (‘illah-nya) telah hilang, memberikan hadian kepada para penghapal Al-Qur’an, menjadikan urusan pengangkatan khalifah di tangan beberapa orang tertentu, menjadikan talak tiga dengan satu lafal menjadi talak ba’in, memerintahkan untuk menceraikan wanita ahli kitab dan melarang untuk menikahi mereka, menghukum orang yang mengejek, mengambil zakat kuda, menjadikan pajak dalam beberapa tingkatan sesuai dengan kemampuan ekonomi rakyat, menggugurkan wajib pajak dari orang-orang miskin, ahli dzimmah, dan kaum papa, mendirikan pangkalan-pangkalan militer, menginstruksikan wajib militer, membuka kantor administrasi militer, mengkhususkan tenaga medis, hakim, dan juru dakwah bagi para prajurit, mendirikan baitul mal untuk kaum muslimin, mencetak mata uang Dirham, menetapkan pemberian khusus bagi setiap bayi yang lahir dalam Islam, memberikan belanja kepada anak pungut yang di ambil dari baitul mal, mengaudit kekayaan para pejabat dan pegawai negara dan mengundangkan undang-undang “min aina laka hadza?” (Dari mana asal harta ini?), menyuruh untuk membunuh sekelompok orang yang bersekongkol membunuh satu orang, menyuruh untuk membunuh wanita yang berprofesi sebagai dukun (paranormal), dan orang pertama yang mencambuk orang yang memalsukan stempel resmi negara.
  3. Ia meriwayatkan 527 hadits dari Nabi. Di antaranya, Nabi Bersabda, “Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. Dan yang dianggap bagi setiap orang adalah apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang niat hijrahnya untuk dunia (kekayaan) yang akan di dapat atau wanita yang akan di kawin, maka hijrahnya itu terhenti pada niat hijrah yang ia tuju.” (HR. Al-Bukhari).
Ia menjabat sebagai khalifah selama 10 tahun 6 bulan 4 hari. Sebelum meninggal, ia pernah bermimpi seolah-olah seekor ayam jago mematuknya satu atau dua kali. Patukan yang pertama adalah pertanda datangnya ajalnya.
Umar meninggal tahun 23 H akibat ditikam dengan sebelah pisau dari arah belakang saat ia sedang menunaikan shalat subuh oleh Abu Lu’lu Fairuz Al-Farisi Al-Majusi, pembantu Mughirah ibn Syu’bah. Tiga hari setelah kejadian itu, Umar menghembuskan nafasnya yang terakhir.


Utsman bin Affan

Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayyah bin Abd Syams b in Abd Manaf, biasa di panggil Abu Abdillah dan digelari Dzu An-Nurain (pemilik dua cahaya). Ia lahir di Makkah lima tahun sesudah kelahiran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam atau lima tahun setelah peristiwa pasukan gajah yang menyerang Ka’bah.
Ia mengikrarkan diri masuk Islam di hadapan Nabi setelah ia di ajak masuk Islam oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia termasuk salah satu di antara sepuluh orang yang mendapat jaminan masuk syurga dan termasuk salah satu dari juru tulis wahyu (Al-Qur’an). Ia ikut shalat menghadap dua kiblat dan ikut berhijrah dua kali. Ia juga mengikuti semua peperangan bersama Nabi, kecuali perang Badar. Saat itu, ia merawat isterinya, Ruqayyah binti Rasulullah, yang sedang sakit keras.
Ia digelari Dzu An-Nurain (pemilik dua cahaya), karena ia menikahi 2 (dua) putri Rasulullah SAW. Ia menikahi Ruqayyah, kemudian menikahi Ummu Kultsum setelah Ruqayyah meninggal. Ketika Ummu Kultsum meninggal, Rasulullah mengatakan kepadanya, “Seandainya kami memiliki tiga, niscaya kami akan menikahkan dia kepada Anda.”
Ia adalah sosok yang terkenal pemalu. Suatu hari, Rasulullah tidur terlentang sedang kedua betisnya terbuka. Abu Bakar dan Umar meminta izin masuk dan Beliau tetap dalam posisinya dan membiarkan betisnya tetap terbuka. Tatkala Utsman minta izin masuk, Beliau langsung menutup betisnya sambil mengatakan, “Bagaimana aku tidak merasa malu kepada orang yang malaikat saja malu kepada dia.” (HR. Muslim).
Ia juga sosok yang terkenal sangat dermawan. Bahkan, ia pernah menanggung semua perlengkapan separuh dari pasukan kaum muslimin dalam perang Al-Asrah. Saat itu, ia mendermakan 300 ekor onta dan 50 ekor kuda lengkap dengan segala peralatannya. Kemudian ia datang membawa 1000 dinar dan memberikannya di hadapan Rasulullah. Saat itu, Rasulullah SAW mengatakan, “Mudah-mudahan sesudah ini ada lagi yang dilalukan Utsman.” (HR. At-Tirmidzi). Ia juga pernah membeli sebuah sumur Raumah dari seorang warga Yahudi. Setelah itu, ia mewakafkannya. Kaum muslimin memanfaatkan sumur tersebut sebagai sumber air minum.
Tentang Utsman, Abu Hurairah mengatakan, “Utsman bin Affan telah membeli syurga dari Rasulullah sebanyak dua kali, Pertama, saat ia melengkapi peralatan pasukan perang Al-‘Asrah (Tabuk), Kedua, saat ia membeli sumur Raumah.” (HR. Al-Hakim dan Ibn ‘Asakir).
Utsman adalah orang yang sangat takut terhadap azab Allah SWT, sampai-sampai ia pernah mengatakan, “Seandainya aku berada di antara syurga dan neraca, lalu aku tidak tahu ke mana aku akan di suruh masuk, maka aku akan memilih menjadi abu sebelum aku tahu ke mana aku akan dimasukkan.”
Rasulullah SAW telah memberitakan Utsman akan masuk syurga. Beliau juga memberitakan bahwa Utsman akan menghadapi fitnah dan ia akan terbunuh secara zalim. Ia senantiasa bermunajat agar diberi kekuatan untuk bersabar menghadapi fitnah tersebut.
Pada masa pemerintahannya, harta berlimpah, sampai-sampai ia pernah mengutus budak perempuan untuk menimbangnya. Ia juga sering menunaikan ibadah haji.
Ia adalah orang pertama yang mendahulukan khotbah dalam shalat ied dan menambah adzan pada shalat Jum’at.
Ia meriwayatkan 146 hadits dari Nabi. Di antaranya, Rasulullah bersabda, “Siapa di antara hamba yang mengucapkan di setiap pagi, petang dan malam hari, “Dengan menyebut nama Allah yang tidak ada sesuatupun yang memberi madharat bagi nama-Nya, baik di bumi maupun di langit, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” niscaya tidak akan ada sesuatu pun yang mendatangkan mudharat kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi).
Ia pernah bermimpi bertemu Rasulullah pada malam kesyahidannya. Ia mengatakan, “Aku bermimpi bertemu Rasulullah, Abu Bakar dan Umar. Mereka mengatakan kepada saya, “Anda akan berbuka puasa bersama kami malam ini.” (HR. Ahmad)
Abdullah bin Saba’ pernah mengorganisir sekelompok pemberontak untuk menggulingkan Utsman. Alasan mereka, Utsman melakukan praktek nepotisme dan mendudukkan kaum kerabatnya di pemerintahan. Pada hakekatnya, orang yang di angkat Utsman adalah orang yang pantas menduduki jabatan tersebut. Mereka akhirnya membunuh Utsman saat ia sedang membaca               Al-Qur’an di rumahnya pada pagi hari raya ‘ied al-adha.
Ia meninggal tahun 35 H dalam usia 82 tahun. Ia memangku jabatan khalifah selama 12 tahun.


Ali bin Abi Thalib

Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim Al-Qurasyi Al-Hasyimi, biasa di panggil Abu Hasa. Rasulullah memanggilnya Abu Turab.
Ali adalah putra paman Nabi. Ia sama sekali tidak tercemari dengan noda-noda jahiliyah. Ia adalah anak kecil yang mula-mula masuk Islam, tepatnya dua hari setelah Rasulullah SAW menerima wahyu. Saat itu, ia baru berusia 10 tahun. Ia adalah pertama yang mengorbankan dirinya demi memperjuangkan agama Islam.
Ia termasuk salah satu di antara sahabat yang diberitakan Nabi masuk syurga. Ia pernah ditugaskan untuk membawa panji Rasulullah dalam berbagai peperangan. Rasulullah juga pernah mendelegasikannya untuk membacakan surat Al-Bara’ah di hadapan kaum muslimin pada musim haji tahun 9 H.
Setelah turun firman Allah, “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (Ali Imron : 61), Rasulullah langsung mendo’akan Ali, Fatimah, hasan, dan Husein, dan berkata, “Ya Allah, mereka semua adalah keluargaku.” (HR. Muslim)
Rasulullah pernah berdo’a untuk Ali, “Ya Allah, tetapkanlah lisannya dan bimbinglah hatinya.” (HR. Ahmad At-Tirmidzi).
Pada saat perang Khaibar, Rasulullah mengatakan di hadapan para sahabat, “Besok panji akan kuserahkan kepada orang yang di tangannyalah Allah memberi kemenangan; ia mencintai Allah dan Rasul-Nya; dan Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.” Mendengar ucapan beliau, para sahabat memperbincangkan siapa gerangan orang yang akan diserahi panji oleh beliau. Mereka semua mengharap dirinya menjadi orang yang diserahi panji tersebut. Pagi harinya, Nabi bertanya, “Dimana Ali?” “Ali sedang sakit mata,” jawab mereka. Beliau menyuruh untuk memanggil Ali. Setelah Ali datang, Beliau mengusapkan tangan Beliau ke mata Ali sambil mendo’akan kesembuhannya. Ali benar-benar sembuh seolah ia tidak pernah sakit mata. Kemudian beliau menyerahkan panji kepadanya.” (HR. Al-Bukhari).
Tentang Ali, Imam Ahcmad berkata, “Tidak diriwayatkan dari salah seorang sahabat tentang fadlilah yang diriwayatkan dari Ali.”
Ia memangku jabatan sebagai khalifah tahun 35 H setelah kematian ustman di tangan para pemberontak.
Ali pernah mengatakan, “Takwa adalah rasa takut kepada Yang Maha Luhur; mengamalkan Al-Qur’an; rela atas pemberian-Nya yang sedikit; dan mempersiapkan bekal untuk hari akhir.”
Ia juga pernah mengatakan, “berbicaralah kepada orang lain sesuai dengan kadar/tingkat pengetahuan mereka. Apakah kamu ingin ia mendustakan Allah dan Rasul-Nya?”
Ia meriwayatkan 586 hadits dari Nabi. Di antaranya, ia berkata, “Pada saat perang Al-Ahzab, Rasulullah mengatakan, “Allah memenuhi rumah dan kuburan mereka dengan api. Mereka telah melalaikan kita untuk menunaikan shalat ‘ashar hingga mentari terbenam.” (HR. Al-Bukhari).
Ia meninggal di Kufah saat ia sedang keluar rumah untuk menunaikan shalat subuh pada tanggal 17 Ramadhan 40 H dalam usia 63 tahun. Ia meninggal akibat tebasan pedang Abdurrahman ibn Muljam, salah seorang tokoh khawarij.