Alkisah ada seorang penjaga kebun buah-buahan bernama Mubarok. Dia
adalah orang jujur dan amanah. Sudah bertahun-tahun ia bekerja di kebun
tersebut.
Suatu hari majikannya, sang pemiliki kebun, datang mengunjungi kebunnya.
Ia sedang mengalami masalah yang pelik dan sulit untuk dicarikan jalan
keluarnya. Putrinya yang sudah beranjak dewasa tumbuh menjadi seorang
gadis yang cantik dan banyak pria yang ingin mempersuntingnya.
Yang menjadi permasalahan baginya adalah semua laki-laki yang ingin
mempersunting putrinya adalah kerabat dan teman dekatnya. Ia harus
memilih salah satu dari mereka, tetapi ia khawatir jika menyinggung bagi
kerabat yang tidak terpilih.
Sambil beristirahat dan menenangkan pikiran, ia mencoba mencicipi hasil kebunnya. Dipanggillah Mubarok, penjaga kebun itu.
"Hai Mubarok, kemarilah! Tolong ambilkan saya buah yang manis!" perintahnya.
Dengan sigap Mubarok segera memetik buah-buahan yang diminta, kemudian diberikan kepada majikannya.
Ketika buah tersebut dimakan sang majikan, ternyata rasanya masam
sekali. Majikan Mubarok berkata, "Wahai Mubarok! Buah ini masam sekali!
Berikan saya buah yang manis!" pinta sang majikan lagi.
Untuk kedua kalinya, buah yang diberikan Mubarok masih terasa masam.
Sang majikan terheran-heran, sudah sekian lama ia mempekerjakan Mubarok,
tetapi mengapa si penjaga kebun ini tidak mampu membedakan antara buah
masam dan manis? Ah, mungkin dia lupa, pikir sang majikan. Dimintanya
Mubarok untuk memetikkan kembali buah yang manis. Hasilnya sama saja,
buah ketiga masih terasa masam.
Rasa penasaran timbul dari sang majikan. Dipanggillah Mubarok, "Bukankah
kau sudah lama bekerja di sini? Mengapa kamu tidak tahu buah yang manis
dan masam?" tanya sang majikan.
Mubarok menjawab, "Maaf Tuan, saya tidak tahu bagaimana rasa buah-buahan
yang tumbuh di kebun ini karena saya tidak pernah mencicipinya!"
"Aneh, bukankah amat mudah bagimu untuk memetik buah-buahan di sini, mengapa tidak ada satu pun yang kaumakan?" tanya majikannya.
"Saya tidak akan memakan sesuatu yang belum jelas kehalalannya bagiku.
Buah-buahan itu bukan milikku, jadi aku tidak berhak untuk memakannya
sebelum memperoleh izin dari pemiliknya," jelas Mubarok.
Sang majikan terkejut dengan penjelasan penjaga kebunnya tersebut. Dia
tidak lagi memandang Mubarok sebatas tukang kebun, melainkan sebagai
seseorang yang jujur dan tinggi kedudukannya di mata Allah SWT. Ia
berpikir mungkin Mubarok bisa mencarikan jalan keluar atas permasalahan
rumit yang tengah dihadapinya.
Mulailah sang majikan bercerita tentang lamaran kerabat dan teman-teman
dekatnya kepada putrinya. Ia mengakhiri ceritanya dengan bertanya kepada
Mubarok, "Menurutmu, siapakah yang pantas menjadi pendamping putriku?"
Mubarok menjawab, "Dulu orang-orang jahiliah mencarikan calon suami untuk putri-putri mereka berdasarkan keturunan. Orang Yahudi
menikahkan putrinya berdasarkan harta, sementara orang Nasrani
menikahkan putrinya berdasarkan keelokan fisik semata. Namun, Rasulullah
mengajarkan sebaik-baiknya umat adalah yang menikahkan karena
agamanya."
Sang majikan langsung tersadar akan kekhilafannya. Mubarok benar, mengapa tidak terpikirkan untuk kembali pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Islamlah solusi atas semua problematika umat manusia.
Ia pulang dan memberitakan seluruh kejadian tadi kepada istrinya.
"Menurutku Mobaroklah yang pantas menjadi pendamping putri kita,"
usulnya kepada sang istri. Tanpa perdebatan panjang, sang istri langsung
menyetujuinya.
Pernikahan bahagia dilangsungkan. Dari keduanya lahirlah seorang anak
bernama Abdullah bin Mubarok. Ia adalah seorang ulama, ahli hadis, dan
mujahid. Ya, pernikahan yang dirahmati Allah SWT dari dua insan yang
taat beribadah, insya Allah, akan diberi keturunan yang mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar