Khadijah adalah seorang saudagar wanita yang kaya-raya di kota Mekah.
Dia hendak mengirim kafilah dagangnya ke negeri Syam sehingga dia
membutuhkan seseorang yang dapat dipercaya untuk membimbing dan
mengawasi rombongan dagang tersebut.
Tersiarlah kabar bahwa di Mekah ada seorang pemuda yang terkenal akan
kejujurannya. Keluhuran budi pekerti dan kepribadiannya terpelihara
dengan baik, padahal kebanyakan pemuda saat itu senang berfoya-foya.
Namun, pemuda yang satu ini sama sekali tidak terpengaruh oleh kebiasaan
jahiliah masyarakat kotanya karena perlindungan Allah SWT. Siapakah
dia? Dialah Muhammad bin Abdillah keturunan Bani Hasyim yang terpandang.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kabar tentang kejujuran Muhammad sampai ke
telinga Khadijah. Ia tahu Muhammad selalu menemani pamannya berdagang ke
Syam.
Akan tetapi, sanggupkah Muhammad memimpin rombongan
kafilah dagang yang begitu besar ini? Padahal, Muhammad belum pernah
sekali-kali pun memimpin rombongan dagang ke luar kota, apalagi ke luar
negeri.
Tentu saja hal ini bukanlah hal yang mudah untuk mengemban tugas itu
bagi seseorang yang belum memiliki pengalaman memimpin, mengatur,
membimbing, dan mengawasi kafilah dagang ke negeri lain.
Meskipun demikian, sebagai seorang pedagang andal, Khadijah tidak memedulikan pengalaman
Muhammad dalam berdagang. Sebagai seseorang yang mengetahui seluk-beluk
perdagangan, Khadijah meyakini bahwa kejujuranlah modal penting dalam
berdagang. Sifat itu ada pada diri Muhammad. Kemudian ia segera menyuruh
pelayannya untuk memanggil Muhammad.
Setelah Muhammad datang, Khadijah berusaha untuk menggali lebih jauh
pemahaman dagang pemuda jujur tersebut. Khadijah melontarkan beberapa
pertanyaan kepada Muhammad dalam perbincangan yang serius.
Muhammad begitu tenang dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan sang saudagar. Ia tampak sangat cerdas, wawasan ilmunya luas, dan memiliki wibawa.
Dalam berbicara, Muhammad mendengarkan lawan bicaranya dengan saksama
meskipun pandangannya tertunduk. Seingat Khadijah, hanya sekali Muhammad
mengangkat wajahnya, yaitu ketika Khadijah menawarkan posisi menjadi
orang kepercayaannya untuk memimpin kafilah dagang ke negeri Syam.
Muhammad mengangkat wajahnya sedikit, mengucapkan terima kasih sambil
tersenyum, lalu kembali menunduk.
Dari sikap Muhammad yang bersahaja inilah, akhirnya Khadijah memantapkan
pilihannya kepada Muhammad. Dengan senang hati pula Muhammad
menerimanya.
Setelah dirasa cukup, akhirnya Muhammad diperkenankan untuk pulang.
Muhammad segera pulang dan tawaran kerja ini langsung diberitakan kepada
pamannya, Abu Thalib. Betapa gembiranya sang paman. la yakin
keponakannya mampu menjalani tugas besar tersebut. Abu Thalib berkata,
"Ini adalah rezeki yang Allah berikan kepadamu".
Tibalah saatnya rombongan kafilah dagang berangkat menuju Syam. Bersama
Maysarah - salah seorang utusan Khadijah untuk membantu Muhammad -
mereka bertolak ke negeri Syam. Sudah menjadi tradisi penduduk Mekah
untuk beramai-ramai mengantar rombongan dagang hingga ke perbatasan
kota, termasuk sang paman, Abu Thalib.
Setibanya di Syam, bersama pedagang lain, Muhammad menawarkan
dagangannya dengan gesit kepada para calon pembeli. Ia tidak menutupi
cacat pada barang dagangannya. Jika barang tersebut bagus, akan ia
katakan bagus, sebaliknya jika barang tersebut jelek atau cacat, ia pun
tidak menutupinya dari pembeli.
Dalam menetapkan harga ia menggunakan standar harga yang berlaku di
masyarakat. Tidak pernah ia menambah-nambahkan harga. Tawar-menawar ia
lakukan suka sama suka dengan pembeli. Kejujurannya tidak pernah
mengecewakan.
Hal ini menarik banyak pembeli untuk membeli dagangannya karena pedagang
lain terbiasa meninggikan harga barang dagangannya demi mencapai
keuntungan sebesar-besarnya.
Urusan perdagangan di Syam berjalan sangat lancar. Muhammad memperoleh
keuntungan dagang yang besar. Seluruh barang dagangan habis terjual.
Sebelum pulang, kafilah dagang ini membeli barang-barang lain untuk
dijual kembali di Mekah.
Kepulangan mereka disambut antusias penduduk Mekah. Barang yang mereka
bawa dari Syam pun berhasil dijual hingga habis di Mekah. Keuntungan
makin berlipat ganda. Tentu saja hal ini membuat gembira Khadijah yang
memilih Nabi Muhammad Sallahu Alaihi Wasallam karena reputasi kejujurannya.
Alhamdulillah, Subhanallah, laa hawla wa laa quwwata illa billah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar